Minggu, 29 November 2015

Pilihan Itu Ada di Depan Mata

Siang itu, aku keluar dari kelas, dan menuju hall. Tak diduga, bertemu lagi dengan seorang mas-mas, yang pernah kutemui beberapa pekan lalu, di tempat yang sama. Namanya, aku tak tahu. Yang aku tau, beliau seorang mahasiswa. Kedatangannya kemari karena beliau merupakan delegasi dari kampusnya. Kampusnya manapun aku tak bertanya. Mahasiswa S1, S2, S3, pun aku tak tahu. Perjumpaan pertama, saat itu beliau tengah menunggu waktu & penjemputan untuk kembali ke kampusnya. Beliau ditemani seorang ibu-ibu, sepertinya sih usianya lebih tua, entah teman kuliah, dosen, atau siapanya, aku juga tak tahu, tak bertanya. (Hmmm...kok sepertinya cuekku semakin akut ya?). Waktu itu kami bertiga terlibat diskusi, sebentar, sharing lebih tepatnya.

Hari ini, tak disangka bertemu lagi dengan mereka berdua, dengan latar dan setting yang 90% sama. Kenapa? Dua orang yang sama, di tempat yang sama, tengah menanti waktu & penjemputan, dan sepertinya kepentingannya ke kampus ini juga sama. Hanya materi diskusi kami yang tentu sedikit berbeda, lebih tepatnya memperdalam sharing singkat waktu itu. Pada beberapa diskusi terakhir, hanya melibatkan aku dan masnya, karena ternyata ada beberapa pengalaman dan ketertarikan kami pada bidang yang sama. Akhirnya sang ibu berpamitan, karena jemputan sudah datang. Sesaat sebelum pergi, masnya minta nomor hp ku, agar bisa berkomunikasi dan sharing. Kutuliskan pada secarik kertas bagian paper yang beliau bawa. Waktu itu kok aku bisa agak lupa digit nomor hp ku ya, dan sepertinya aku tak menuliskan nomor yang biasa aku gunakan, dan mungkin nomor yang kutuliskanpun bisa salah atau kurang. Terburu oleh datangnya jemputan, akupun lupa membubuhkan namaku di sana. Entahlah. Kamipun berpisah. Dan anehnya, meski pertemuan kedua dan terlibat diskusi menarik, kenapa aku tak mencoba menanyai, minimal siapa namanya. Entah apa yang di pikiranku waktu itu, benar-benar tak berinisiatif untuk mengenal nama, kampus, asal, atau apalah.

Seperginya mereka, beberapa temanku datang.
"Ehm...ehm...ada yang cemburu lho!", kata salah satu temanku, melirik pada temanku yang lain.
Namun, yang diliriki berusaha datar. Aku? aku tak paham maksudnya. Masih cuek dan tak tertarik oleh sindiran itu. Halah. Kapan sembuh?

Aku berlalu meninggalkan mereka, hanya berpindah lokasi. Merekapun mengikutiku, aku hanya sedikit berbincang dengan temanku, yang perempuan. Ia memberi pengertian kepadaku, bahwa ada yang cemburu melihat aku terlihat asyik berbincang dengan mas-mas tadi. Siapa yang cemburu? Tak lain, salah satu orang yang dilirik saat temanku menyindirku tadi.

"Bodoh amat!", batinku. "Salah siapa gak tegas, gak jelas. Bikin akunya MALES". Hufttt!

"Ya, jangan cuek bebek gitu napa! Mungkin dia bingung caranya menyampaikan ke kamu dengan bagaimana. Kamu aja dingin, dikode gak paham-paham!", jelasnya.

"Aku gak butuh banyak kode. Sekali, dua kali kode, aku bisa terima. Ketiga gak segera action, tinggal! Lupakan!", jawaban cuekku.

"Dia mungkin menunggu responmu, kalau ada kemungkinan kamu terima, dia lanjut".

"Terlalu penakut. Bukannya aku sudah cukup terbuka? Kalau memang dia serius dan berniat baik, dia akan cari cara yang baik untuk menyampaikan niat baiknya. Perkara aku terima ataupun tidak, itu urusan belakangan. Lagipula, aku kan bukan perempuan yang membangun tinggi tembok kriteria, dimana gak sesuai kriteria langsung pangkas, bukan kan? Aku punya kriteria, memang. Tapi aku juga bisa mempertimbangkan, sekalipun tak ada kriteria itu dalam dirinya. Aku hanya ingin melihat kesungguhan dan komitmennya".

Temanku terdiam, termangu menyimak penjelasanku.

Hufttt! Sebenarnya aku malas menjelaskan hal itu ke temanku. Obrolan seperti ini membuatku hilang mood.

Tentang keberadaan kedua temanku yang laki-laki tadi. Entah, masih di belakang sana.

-*-

"Astaghfirullahal 'adziim...Waktu menunjukkan pukul 14.26 di hp ku. Aku harus segera bangun."

Tiba-tiba teringat wejangan kepala sekolahku, Jumat pagi itu.

"Sudah mau 2016 bu. Bagaimana targetnya? belum tercapai? Hanya 1 kuncinya agar target tercapai, lakukan!"

"Kalau saya dulu, lulus kuliah, target nikah. Maka yang saya lakukan, cari istri. Waktu itu ada 3 kondisi, 1. saya suka, tapi dia gak suka; 2. ada yang menyukai saya, tapi saya gak sreg; 3. saya cari, dan ketemu yang jadi istri saya ini. Saya dulu syaratnya cuma 1, perempuan yang mau saya nikahi."

"Seorang yang beriman, itu yakin sama Allah. Njenengan yakin tidak, kalau jodoh itu sudah ditentukan?"

"Iya, yakin pak.", jawabku.

"Nah, kalau njenengan yakin. Saat ada laki-laki yang mau menikahi njenengan, tapi gak sesuai dengan kriteria njenengan, apa njenengan akan menolak?"

"Ya kalau dia memang jodoh saya, saya gak bisa nolak Pak".

"Nah, artinya kita hanya bisa berikhtiar sebagai manusia, dan saat ada yang datang, hanya ada 1 pertanyaan ke Allah 'Ya Allah, apakah dia jodohku?', selanjutnya ikuti alurnya".

"Bu, ideal, sempurna, sesuai kriteria, itu hanya ada di dua tempat, 1. yang ada di pikiran, 2. yang belum terlahir. Kita tidak selalu mendapatkan jodoh seideal yang kita inginkan. Yang ada adalah saling menyesuaikan, setelah menikah".

"Saya yakin, di hadapan njenengan ada beberapa pilihan. Berapa? satu? dua? tiga? empat? lima?".

Kujawab dengan senyuman.

"Njenengan jangan membatasi cara. Jodoh njenengan bisa jadi datang lewat teman, bisa jadi datang sebagai orang yang memang menyukai njenengan, atau mungkin orang yang njenengan sukai. Pasti ada kan yang sekarang di hadapan njenengan dari 3 kondisi itu? Pilih bu! Lakukan, pilih, ikhtiari, tanya ke Allah 'Ya Allah, apakah ini jodohku?' Sederhanakan kriteria dan action! Actionnya dengan memilih. Jangan menunggu yang sempurna."

Aku tak banyak kata, tak banyak tanya, terus menyimak nasihat beliau. Wah, ending dari diskusi kami yang tadinya tentang sekolah, berujung tentang jodoh, berawal gara-gara salah nulis tahun, seharusnya 2016, namun kutulis 2015. hehe... Siplah. Kucoba telisik lagi nasihat beliau dengan kondisi-kondisiku, maupun rencana-rencanaku ke depan. Ada banyak hal yang mesti kubenahi. Agar aku tak terburu, namun tak menunda-nunda lagi. Berhati-hati dan bersegera. Memilih. InsyaaAllah... :-)

-------------------
Cerita ini hanya cerita fiktif yang terinspirasi dari kisah nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berbagi...^_^