Senin, 23 Mei 2016

Saat Kau dan Aku Memiliki Kecintaan yang Sama terhadap Ilmu...



Sabtu malam alias malam minggu, saatnya bersantai melepas penat, seusai sepekan berjibaku dengan kurikulum di sekolah dan tugas-tugas kuliah di kampus. Ahh, tak jauh berbeda dengan para jomblower yang lain, bagi yang tak ada acara jalan-jalan keluar, lebih asyik tidur di rumah atau baca buku atau mungkin berselancar di dunia maya.

Usai menyelesaikan jatah tilawah hari ini, kuambil buku yang baru saja kubeli pekan ini. Kubuka-buka, namun sepertinya mataku sedang lelah melihat barisan huruf yang berjajar rapi di lapis-lapis kertas. Pada dasarnya, aku hanya ingin bersantai dengan merebahkan badan, sedangkan buku sangat tak enak dinikmati dengan kepala bersender bantal setengah tergeletak, juga karena lampu di atas tempat tidurku tak cukup baik untuk menerangi buku untuk kubaca.

Akhirnya, kukembalikan buku itu di atas tumpukan berkas-berkas proposal tesisku. Kuambil androidku, kuaktifkan, dan kusentuh aplikasi berikon huruf ‘f’. Kugeser jempol kananku ke atas, sekitar 5 menit pertama tak kutemukan status yang menarik. Kulanjutkan dan jempolku terhenti di status teman organisasiku dari kampus tetangga, ada sebuah status beserta tautan situs blog. Aku coba membaca tulisan dari blog tersebut, pemilik blog yang tengah berkisah tentang perjalanannya belajar di negeri orang, ia dan suaminya saling berpacu dan mendukung untuk terus belajar dan menuntut ilmu. Aihhh, so sweet. Pengin kan jadinya -_- hehehe...

Aku bangkit, dan kunyalakan laptopku. Entah, tiba-tiba impianku mengembang lagi, bahkan pikiranku sudah lebih dulu sampai di tempat-tempat yang aku impikan dengan segenap harapan-harapan bersama kekasih impian, hahahaaa... Hanya saja gak kebayang wajahnya kayak mana? Wkwkwk...

Akupun punya impian yang sama. Kucoba, kutulis perlahan apa yang ada dalam dunia mimpiku (pun sebagai doaku, dan semoga menjadi doaku dan doanya-yang kelak entah kapan-doa kami akan terjawab dengan adanya perjumpaan dan kebersamaan dalam ketaatan, saling menyempurnakan dan bergandeng berjuang bersama meraih apa-apa yang Allah ridhoi, aamiin...)

Saat membaca tulisan di blog itu, entah, serasa ada banyak energi yang membangkitkanku. Ini adalah bulan ketiga aku menjalankan amanah menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, amanah yang sangat berat. Ini pun bulan ketiga aku merasa berjuang sendiri bertahan dan mencoba memberi yang terbaik untuk sekolahku, dimana kedua sahabat guru memilih resain ketimbang memikul beratnya tantangan di sekolah ini (terlepas alasan penguat lain tentang keluarga). Ini pula semester ketiga aku menjalani studi S2-ku di UNY, meskipun menyandang status cuti tugas belajar sebagai syarat izin pemberian beasiswa P2TK Kemendikbud, namun Kepala Sekolahku lebih berkenan aku tetap menjalankan amanah tugas tambahan ini. Terkadang aku iri dengan teman-teman sekelasku, mereka bisa mengambil cuti tugas belajar 2 tahun penuh, sehingga bisa totalitas di kuliah. Kami sekelas berjumlah 20 mahasiswa, semuanya penerima beasiswa P2TK Kemendikbud, terdiri dari 18 guru muda PNS, 2 guru muda swasta dan salah satunya aku. Kenapa muda? Karena jiwanya masih muda, hehe...Di kelas kami, maksimal berusia 33 tahun, dan akulah si bontot di kelas ini, 26 tahun. Tapi jadi gak muda lagi kalau mengingat prestasi berkeluarga, hanya 3 mahasiswa yang belum bergelar istri, yang lain sudah bergelar suami ataupun istri, bahkan ayah atau ibu. Sudahlah...daripada galau, yakin deh, si dia juga sedang diproses oleh Allah biar jadi ‘keren’, insyaaAllah...^_^

Baiklah, kita kembali berbicara tentang spirit dan impian tadi. Ya, membaca blog tersebut, seakan Allah tengah mengingatkanku akan sebuah impian yang harus diikhtiarkan sebaik mungkin. Entah, apa yang akan terjadi pada diriku di depan sana, masih sangat terhijab. Aku hanya mencoba berbaik sangka atas keterhijaban itu, serta menyiapkan segala alternatif yang mungkin bisa kupersiapkan. Nyatanya, apa yang terjadi pada diriku saat inipun tak semua adalah impian-impian yang kuinginkan di masa lalu, ataupun doa-doa yang kupanjatkan kemarin. Ada kesempurnaan Allah dalam melukis kanvas dan rute perjalanan hidup kita. Tugas kita adalah bekerja, berusaha, melakukan yang terbaik, dan selalu berselaras dengan apa yang Allah Kehendaki dalam diri kita. Hingga yang terlukis adalah berjumpanya kehendak kita dan kehendak Allah. InsyaaAllah. Termasuk saat ini. Aku hanya ingin menempa diri dan mempersiapkannya menjadi guru yang sebenarnya guru, mendidik anak negeri dengan segenap bentuk persembahan terbaik kepada Sang Khalik. Impian lain yang harus kupersiapkan pula adalah menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anak yang kelak aku lahirkan (semoga Allah memberikan kesempatan ini). Harus kusadari pula, ada hak masyarakat atau ummat atas ilmu yang kuperoleh, gelar yang kusandang, jadi apapun aku nanti, tetap mencoba berkhidmat untuk rakyat (kayak jargon PK* aja nih, tetapi memang harus demikian).

Ahh, untuk itu aku masih memiliki impian berkaitan dengan studi formalku, yaitu kuliah bersama suami ke Jepang. Ada 2 pertanyaan besar mungkin. Pertama, Suami? Hmm, suami siapa? Ok, kongkrit deh kapan nikah? Dan jika pertanyaan ini yang muncul, sungguh aku tak mampu menjawab. Siapa dan kapan, begitu terhijab olehku, hanya mencoba berbaik sangka dan terus bersangka baik, dengan terus berbenah dan berharap pada Pemiliknya, serta berusaha kadarnya manusia. Pertanyaan kedua, Jepang? Why? Menurutku, negara Jepang itu memiliki sekian indikator yang seharusnya dimiliki oleh negara mayoritas muslim, Indonesia. Boleh dikata, Jepang adalah miniaturnya negera Islam. Sayang, indikator tersebut justru tumbuh subur di negara yang tak menganut agama. Aku tahu, tak lantas jika aku bisa kuliah atau tinggal di sana barang beberapa bulan ataupun tahun kemudian mampu mengubah negeriku seperti kehidupan di sana, namun setidaknya aku mendapat ilmu dan pengalaman dalam mengelola 24 jam dengan sekian produktifitas yang harus kuasah. Lantas, jurusan apa yang ingin diambil? Tentu saja pendidikan dasar, sejalan dengan keilmuan maupun karir yang kutekuni selama ini. Jurusan ini adalah hadiah alias takdir dari Allah. Karena sebelumnya, aku tak pernah memiliki cita-cita untuk kuliah di PGSD dan menjadi guru SD.

Saat itu Allah tak berkenan aku kuliah di jurusan yang kuinginkan. Padahal perjuanganku berkali-kali mengikuti serangkaian seleksi (tanpa tes maupun dengan tes) untuk masuk jurusan yang tak jauh dari dunia matematika, kimia, fisika. Hadiah, karena aku tak cukup bersunguh-sungguh memperjuangkannya saat mengikuti seleksi tes masuk, padahal di waktu yang sama ada sekian ribu peserta berebut duduk menjadi mahasiswa PGSD, yang notabene jurusan dengan prospek kerja yang menjanjikan, karena akan ada pensiun PNS guru SD besar-besaran di tahun 2010 ke atas. Soal tes seleksi masuk jurusan PGSD rasanya lebih mudah, mungkin karena termasuk rumpun IPS, sedangkan aku lulusan SMA jurusan IPA, sehingga soal yang kujumpai matematika masih dasar-sedang dan soal lain dengan menebak-nebak realita sosial yang ada atau pengetahuan umum. Keterpaksaan itu berimbas pada beberapa semester awalku yang tak cukup senang berkuliah, karena mata kuliahnya lebih banyak ilmu-ilmu sosial, hingga akhirnya kenyamanan dan bertekad membenahi spirit kuliahku justru aku peroleh dari berorganisasi. Sampai akhirnya aku menyelesaikan studiku selama 4,5 tahun, memang sedikit molor karena sering ditinggal ‘jalan-jalan’ tugas dari organisasiku, dan mungkin kemampuanku bagi waktu yang masih buruk. Februari 2012 dinyatakan bergelar S.Pd di belakang namaku. Lantas kulanjutkan karirku menjadi guru SD di salah satu sekolah swasta, ya karena sewaktu menyusun skripsi aku sudah mulai mengajar di sekolah tersebut, Oktober 2011. Beberapa kali menjumpai momentum pendaftaran CPNS, dan sampai 2015 ini aku tetap saja belum berminat mendaftar PNS. Kadang tentangga atau sanak saudara juga menyayangkan pilihanku ini, mereka berharap aku menjadi PNS guru SD ataupun dosen PGSD, tetap saja pilihanku adalah menjadi dosennya anak-anak SD saja.

Sabda Rasulullah dalam hadits sahih, “Menakjubkan semua urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ditimpa kesusahan ia bersabar, maka ini baik pula baginya” (HR. Muslim). Dan semoga diri ini terus memperbaiki diri untuk mengharap ridho Allah, dengan keimanan yang semakin mengakar, dan kebermanfaatan yang semakin bertumbuh dan mekar.

Saat kau dan aku memiliki kecintaan yang sama terhadap ilmu...
Kita akan mudah bersepakat, walau begitu banyak beda di antara kita.
Keimanan yang saling tertaut, keimanan yang terakrabkan.
Maka cara kita memandang Rabb kita akan sama.

Bantul, 5 September 2015

Pintaku; Dia



Dia,
Yang begitu mempesona
Tampak biasa, namun istimewa...

Lembut renyah tutur katanya,
Santun menawan rangkai lakunya,
Sarat meyakinkan bahasa kalbunya,
Lincah tajam olah pikirnya

Terbesit,
Setengah meminta
Dia,
Menjadi bagian perjalanan ini
Kepada siapa?

Allah.

Namun, tertahan
Aku keliru

Dia,
Pantas diminta
Aku,
Tak pantas meminta

Sadari.

Aku ingin meminta,
Bukan karena aku mencintainya.
Aku ingin meminta,
Karena aku mencintai-Nya.

Dan, izinkan
Aku meminta,
Pun tak harus dia.
Kirimkanlah dia untukku
Dia yang menjaga cintaku pada-Nya tetap utuh

Bantul, 10 Juli 2013

Kamis, 03 Desember 2015

METAKOGNISI, BELAJAR REGULASI DIRI, DAN STRATEGI BELAJAR*



A.  METAKOGNISI
Metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Menurut Ormrod (2012: 353-354), metakognisi mencantumkan pengetahuan dan kemampuan sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana kemampuan belajar dan memori yang dimilikinya sendiri dan tugas-tugas pembelajaran apa yang dapat diselesaikan dengan realistis (misal, akuilah bahwa tidak mungkin untuk menghafalkan 200 halaman dari teks dalam waktu satu malam),
2. Mengetahui mana yang merupakan strategi pembelajaran efektif dan tidak (misal, sadarilah bahwa pembelajaran bermakna lebih efektif daripada pembelajaran yang dihafalkan tanpa berpikir),
3.  Merencanakan suatu pendekatan yang aktif untuk tugas pembelajaran baru (misal, menemukan suatu tempat yang sunyi untuk belajar),
4.  Menyesuaikan strategi-strategi pembelajaran dengan keadaan sekitar (misal, membuat catatan yang lengkap ketika materi pelajaran susah untuk diingat),
5. Memonitor keadaan pengetahuan sekarang ini (misal, menentukan apakah informasi telah dipelajari dengan sukses atau tidak),
6.   Mengetahui strategi-strategi yang efektif untuk mendapatkan kembali informasi yang tersimpan sebelumnya (misal, memikirkan tentang konteks di mana suatu informasi tertentu mungkin dipelajari).
Metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Seperti yang dapat kita lihat, hal itu membutuhkan beberapa gagasan dan proses abstrak yang agak lengkap. Sebagian besar gagasan-gagasan dan proses-proses ini tidak diajarkan di sekolah secara khusus. Jadi, tidak mengejutkan belajar bahwa siswa memperoleh pengetahuan dan kemampuan metakognisi dengan cukup lambat jika mereka memperoleh semuanya yaitu setelah mendapat pengalaman-pengalaman belajar yang sangat menantang.
Sebagai contoh dari metakognisi, mari pertimbangkan apa yang terjadi ketika siswa-siswa mempelajari buku-buku teksnya. Bacaan mereka tentu saja harus lebih dari sekadar mengidentifikasi kata-kata dengan sederhana pada halaman, pelajar-pelajar juga harus membuat pengertian dari apa yang mereka baca sehingga mereka dapat menyimpannya dalam memori jangka panjang secara efektif dan mendapatkannya kembali. Dengan kata lain, siswa-siswa harus membaca untuk belajar.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang mengerti dan mengingat dengan efektif apa yang mereka baca. Menurut Ormrod (2012: 354), ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menjadi pembaca yang baik, yaitu:
1.        Jelaskan tujuan mereka untuk membaca dan sesuaikan strategi-strategi membaca mereka agar cocok dengan tujuan mereka,
2.        Tentukan apa yang paling penting dalam belajar dan mengingat, dan fokuskan perhatian dan semangat mereka sesuai dengan itu,
3.        Ambillah pengetahuan mereka sebelumnya untuk membuat pengertian apa yang mereka baca,
4.        Gunakan ilustrasi, diagram, dan alat-alat visual yang lain untuk membantu mereka dalam usaha yang membuat mengerti mereka,
5.        Uraikan apa yang mereka baca. Misalnya, dengan menarik kesimpulan, mengidentifikasi hubungan-hubungan yang logis, membuat prediksi, dan memimpikan contoh-contoh dan penerapan-penerapan yang mungkin,
6.        Tanyakan pertanyaan mereka sendiri yang mereka coba jawab ketika mereka membaca,
7.        Cobalah untuk menjelaskan poin yang nampaknya ambigu,
8.        Terus menerus berusaha mengerti ketika mereka pada awalnya mempunyai masalah dalam mengerti sesuatu,
9.        Bacalah perubahan konsep yang mungkin. Dengan kata lain, bacalah dengan pengertian bahwa mereka mungkin menemui ide-ide yang tidak cocok dengan apa yang mereka percayai sekarang ini,
10.    Evaluasilah dengan kritis apa yang mereka baca,
11.    Rangkumlah apa yang mereka baca.

B.  BELAJAR REGULASI DIRI
Menurut Ormrod (2012: 356), ciri-ciri belajar regulasi diri antara lain sebagai berikut:
1.    Tujuan akhir
Pembelajar regulasi diri mengetahui apa yang mereka ingin capai ketika mereka membaca atau belajar. Mungkin untuk belajar fakta-fakta yang khusus, mendapat suatu pemahaman umum dari bahan, atau mendapat pengetahuan yang cukup dengan sederhana untuk mengerjakan dengan baik di ruang ujian. Cirinya mereka segera menghubungkan tujuan belajar mereka untuk tujuan dan aspirasi jangka panjang. Dan khususnya jika mereka mencapai sekolah, mereka mungkin mengatur batas waktu untuk mereka sendiri sebagai jalan meyakinkan mereka tidak meninggalkan tugas-tugas pembelajaran yang penting sampai menit terakhir.
2.    Perencanaan
Pembelajar regulasi diri merencanakan pendekatan mereka untuk suatu tugas belajar dan menggunakan waktu mereka secara efektif untuk mencapai tujuan mereka. Cirinya mereka mencurahkan waktu yang lebih banyak untuk materi yang lebih sulit – walaupun mereka mungkin kadang-kadang meninjau kembali materi yang mudah untuk meyakinkan mereka masih mengetahuinya – dan mereka mungkin benar-benar mengesampingkan materi yang mereka pikir begitu sulit sehingga mereka tidak mungkin dapat menguasainya dalam waktu yang mereka punya.
3.    Motivasi diri
Ciri pembelajar regulasi diri adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas belajar. Mereka juga sedapat mungkin menunjukkan kedisiplinan diri, meletakkan pekerjaan sebelum kesenangan yang disebut kebahagian yang tertunda. Dan mereka menggunakan bermacam-macam cara untuk melanjutkan tugas mereka – mungkin membubuhi tugas yang membosankan untuk membuatnya menyenangkan, mengingatkan mereka sendiri pentingnya mengerjakan dengan baik, memberikan mereka kepercayaan diri “percakapan pendek untuk membangkitkan semangat” (contoh, “Saya melakukan dengan baik sebelumnya, jadi saya tentu saja dapat melakukan lagi dengan baik!”), atau menjanjian sendiri sebuah hadiah setelah mereka selesai.
4.    Mengontrol perhatian
Memaksimalkan perhatian pada tugas belajar. Pembelajar regulasi diri mencoba untuk memfokuskan perhatian mereka pada bahan permasalahan di tangan dan membersihkan pikiran mereka dari pikiran dan perasaan yang kemungkinan besar membingungkan.
5.    Menggunakan keefektifan, strategi belajar dengan tujuan yang relevan
Pembelajar regulasi diri mempunyai bermacam-macam dari cara belajar dalam dan mereka menggunakan perbedaan bergantung tujuan khusus dari tugas belajar. Misalnya, mereka membaca suatu artikel majalah apakah mereka membacanya untuk hiburan atau belajar untuk ujian.
6.    Pengawasan diri
Pembelajar regulasi diri mengawasi kemajuan mereka secara terus menerus selama aktivitas belajar, dan mereka mengubah cara belajar mereka atau memodifikasi tujuan mereka jika diperlukan.
7.    Pencari bantuan yang tepat
Pembelajar regulasi diri tidak selalu belajar sendiri. Pembelajar regulasi diri tahu ketika mereka membutuhkan bantuan seorang ahli untuk menguasai topik atau kemampuan tertentu dan mereka mencari tahu secara aktif.
8.    Evaluasi diri
Pembelajar regulasi diri mempertimbangkan apakah apa yang mereka pelajari pada akhirnya sesuai dengan tujuan yang telah mereka atur sendiri.
9.    Refleksi diri
Pembelajar regulasi diri mengevaluasi tingkat yang mana cara belajar mereka telah sukses dan efisien, daan mereka mungkin mengidentifikasi alternatif-alternatif yang seharusnya lebih efektif di masa yang akan datang.
Ketika siswa merupakan pembelajar regulasi diri, mereka mengatur tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif, dan mencapai level yang lebih tinggi. Jika kita mengambil pandangan Vygotsky sejenak, kita mungkin layak menduga bahwa belajar regulasi diri juga memiliki akar dalam pengaturan dalam belajar secara sosial. Pertama, orang lain (misal: orang tua atau guru) dapat membantu anak belajar dengan mengatur tujuan aktivitas belajar, menjaga perhatian anak memfokuskan dalam tugas belajar, menyarankan strategi belajar yang efektif, memonitor kemajuan belajar, dan lain-lain. Terlebih lagi, anak menerima tanggung jawab untuk proses ini: mereka mulai mengatur tujuan belajar mereka sendiri, tetap melakukan dengan sedikit dorongan dari orang lain, mengidentifikasi strategi-strategi yang benar-benar efektif, dan menilai belajar mereka sendiri.
Dari pandangan Vygotsky, jembatan yang masuk akal antara belajar teratur dan pengaturan diri dalam belajar adalah co-regulated learning, di mana orang dewasa dan satu anak atau lebih berbagi tanggung jawab untuk berbagai aspek dari proses belajar. Misalnya, orang dewasa dan anak mungkin menyetujui tujuan khusus dari usaha belajar, atau orang dewasa mungkin mendeskripsikan kriteria yang mengindikasikan belajar yang sukses dan kemudian anak mengevaluasi penampilan mereka sendiri. Pada awalnya, orang dewasa mungkin benar-benar menyediakan struktur, atau scaffolding, untuk usaha belajar anak, sebenarnya gaya Vygotsky, seperti scaffolding dipndahkan agar anak menjadi lebih mandiri secara efektif. Bagian berikutnya kita akan mempertimbangkan beberapa cara agar guru memfasilitasi perkembangan belajar regulasi diri bagi pelajar di berbagai tingkat usia.

C.  STRATEGI-STRATEGI BELAJAR YANG EFEKTIF
Berikut ini Ormrod (2012: 358 – 371) menyampaikan beberapa strategi belajar yang efektif dan strategi belajar. Tiga yang pertama adalah pembelajaran yang bermakna, elaborasi dan pengorganisasian merupakan proses penyimpanan memori jangka panjang. Lainnya adalah mencatat, mengidentifikasi informasi penting, meringkas, memonitor secara menyeluruh dan mnemonics merupakan cara-cara tambahan untuk menjadi teknik berharga dalam tugas belajar akademik.
1.    Pembelajaran Bermakna dan Elaborasi
Pembelajaran bermakna sebagai sebuah proses materi baru ke pengetahuan yang telah disimpan di memori jangka panjang dan elaborasi sebagai proses kegunaan pengetahuan utama untuk menafsirkan dan mengembangkan bahan. Misalnya, mata pelajaran pokok pendidikan tingkat sarjana yang sekarang ini diikuti dalam suatu kelas psikologi pendidikan. Beberapa mahasiswa mendeskripsikannya sendiri karena mereka menginginkan untuk belajar khususnya cara mengajar, dengan kata lain, mereka ingin diberitahu dengan tepat apa yang harus mereka lakukan di ruang kelas mereka yang akan datang. Siswa yang lain mendeskripsikannya sendiri karena lebih suka mengerti prinsip psikologi dari tingkah laku dan belajar manusia sehingga mereka dapat mengembangkan prosedur kelas mereka sendiri.
2.    Pengorganisasian
a.    Pendekatan yang pertama adalah menciptakan garis besar topik dan gagasan utama yaitu suatu pendekatan yang memfasilitasi pembelajaran ruang kelas untuk banyak siswa.
b.    Pendekatan yang kedua adalah menggabungkan bahan yang baru dalam gambaran grafik, mungkin peta, diagram atau matriks.
c.    Pendekatan lainnya adalah membuat peta konsep. Dengan memfokuskan bagaimana konsep saling berhubungan satu sama lain, pelajar mengorganisasikan bahan lebih baik. Mereka juga kemungkinan besar memperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan dengan sesuatu yang telah mereka ketahui, meskipun begitu mereka kemungkinan besar lebih mempelajari bahan dengan penuh makna. Dan seperti teknik grafik sebagai peta geografi dan garis waktu sejarah, peta konsep dapat membantu siswa menyandikan informasi dalam memori jangka panjang secara visual sebaik secara verbal.
3.    Membuat Catatan
Membuat catatan setidaknya mungkin memiliki tiga fungsi bagi pelajar. Pertama, melanjutkan perhatian pelajar pada bahan pelajaran yang disajikan. Kedua, memfasilitasi penyandian bahan: dengan menulis informasi baru dan melihatnya di kertas, pelajar tepat dalam menyandikannya baik secara verbaal maupun visual. Terakhir, catatan sebagai bentuk konkrit dari penyimpanan eksternal untuk informasi yang disajikan di kelas. Secara umum, catatan lebih berguna ketika mereka meliputi lebih banyak secara relatif – termasuk gagasan utama, detail tambahan, dan mungkin penguraian pribadi siswa.
Guru dapat melakukan beberapa hal sederhana untuk mengembangkan kualitas dan melengkapi catatan siswa. Menulis gagasan penting di papan tulis dapat sangat membantu karena siswa kemungkinan besar lebih suka menulis hal-hal yang guru tulis. Menekankan gagasan penting (misal, dengan mengulanginya) juga menambah kemungkinan sehingga siswa akan menulis gagasan di kertas. Selanjutnya, membantu memfasilitasi kemampuan siswa untuk mengorganisasikan informasi yang guru inginkan.
4.    Mengidentifikasi Informasi Penting
Bila siswa menjadi cakap dalam mengidentifikasi informasi penting, kemudian menggarisbawahi atau menyoroti informasi yang bermanfaat, setidaknya dalam bahan-bahan yang siswa miliki sendiri (misal, catatan kelas, buku teks yang dibeli). Sebaiknya siswa menggarisbawahi atau menyoroti gagasan penting dalam buku teks mereka; menghabiskan waktu daripada mencatat di buku catatan, dan menjaga informasi khusus dengan isi yang lebih besar. Tetapi garis bawah dan tandai mungkin efektif hanya jika menggunakan dengan hemat untuk menekankan gagasan utama dan perincian penting.
5.    Merangkum
Rata-rata, siswa belajar dan mengingat bahan baru lebih efektif ketika mereka membuat ringkasan. Misalnya, dengan menyingkat dan menggabungkannya, memperoleh gambaran abstrak atau mengidentifikasi judul yang tepat untuk menamakannya. Beberapa saran untuk membantu siswa membuat ringkasan yang baik dari bahan pelajaran di kelas yaitu:
a.    Berikan suatu scaffold seperti berikut ini untuk memandu usaha awal siswa:
b.    Paragraf ini tentang ____ dan ____. Dalam beberapa hal mereka sama. ____ Dalam hal lain mereka berbeda _______
c.    Ketika siswa menulis ringkasan, sarankan agar mereka (1) mengidentifikasi atau menemukan kalimat utama dari setiap paragraf atau bagian, (2) mengidentifikasi konsep atau gagasan yang beberapa poin yang lebih khusus, (3) menemukan informasi tambahan setiap gagasan utama dan (4) menghapuskan informasi yang sepele dan berlebih-lebihan.
d.   Pertama latih siswa mengembangkan ringkasan untuk bagian yang pendek, mudah, dan terorganisir dengan baik (mungkin panjangnya hanya sedikit paragraf dan kemudian secara berangsur-angsur memasukkan teks yang lebih panjang dan lebih sulit untuk diringkas
e.    Buatlah siswa membandingkan dan mendiskusikan ringkasan mereka, mempertimbangkan apa gagasan yang mereka pikirkan penting dan alasannya.
6.    Memonitor Secara Menyeluruh
Siswa yang belajar lebih efektif, mengecek secara periodik untuk meyakinkan mereka mengerti dan mengingat apa yang mereka dengar di kelas atau membaca dalam buku teks. Mereka juga mengambil langkah untuk memperbaiki banyak kesulitan menyeluruh yang mereka punya – misalnya, dengan mengajukan pertanyaan atau membaca kembali suatu bagian.
Cara efektif lainnya adalah bertanya sendiri, di mana siswa merumuskan pertanyaan sebelumya – dan idealnya juga selama – pelajaran dan tugas membaca dan kemudian mencoba untuk menjawab pertanyaan yang mereka pikir. Kadangkala menanyakan mereka sendiri dan kemudian mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan. Oleh karena, siswa kemungkinan besar lebih mengetahui ketika mereka mengetahui sesuatu dan ketika mereka tidak mengetahuinya. Guru harus mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaannya sendiri sebagai berikut:
a.    Menjelaskan mengapa (bagaimana) …
b.    Bagaimana kamu akan menggunakan … untuk …?
c.    Apa yang baru dari …?
d.   Apa yang kamu pikir akan terjadi jika …?
b.    Apa perbedaan antara … dan … ?
c.    Bagaimana … dan … sama?
d.   Apa kelebihan dan kelemahan dari …?
e.    Bagaimana … dihubungkan dengan … yang kita pelajari lebih awal?
7.    Mnemonics
Mnemonics (cara mengingat) adalah alat untuk memfasilitasi belajar dan mengingat dari banyak bentuk materi yang susah untuk diingat. Tiga tipe umum dari mnemonic adalah verbal mediation, visual imagiry, dan superimpodes meaningful structures.
a.    Verbal Mediation
Verbal mediation merupakan suatu strategi mengingat di mana dua kata atau gagasan digabungkan dengan satu kata atau frase (alat mediasi kata) yang menghubungkannya.

German Word         English Meaning                  Mediator
der Hund                   dog                                          hound 
das Schwein              pig                                           swine
Perhatikan bahwa dalam setiap kasus, jembatan antara kata dalam bahasa Jerman dan bahasa Ingris adalah dengan menyimpan kata penengah sehingga Anda dapat membuat suatu hubungan antara dua kata.
Kata penengah memfasilitasi pembelajaran dengan baik (e.g., Bugelski, 1962) dan kegunaannya penting kosakata asing. Misalnya, berikut ini mnemonic dalam petunjuk ejaan: Dan ketika SMA, anak perempuan saya mengingat simbol kima untuk emas - Au - dengan “memikirkan “Au, kamu mencuri jam tangan emas saya!”
b.    Imaginery Visual
Imaginery visual membentuk dasar dari beberapa perangkat mnemonics yang efektif, yang termasuk didalamnya adalah metode loci, metode pegword, dan metode kata kunci.
1)   Metode Loci
Penggunaan metode loci ini adalah dengan mengasosiasikan item-item yang dipelajari dengan serangkaian lokasi fisik yang spesifik dan familiar. Metode ini berguna untuk mempelajari daftar item dengan urutan tertentu. Misalnya hari ini harus pergi ke supermarket untuk belanja (daftar belanjaan: susu, sabun, roti, daging, Misalnya, kita ingin menghafal daftar belanjaan kita sebelum pergi ke supermarket (daftar belanjaan: susu, daging, pisang, makanan kucing, dan hotdog). Kemudian, kita membayangkan benda-benda tersebut pada tempat yang tepat, lebih baik lagi apabila menggunakan imajinasi yang berlebihan, misalnya membayangkan perjalanan dari kamar sampai ke garasi mobil. Kita membayangkan ada segelas susu besar di sebelah tempat tidur, ketika ke dapur kita melihat daging bergelantungan dimana-mana, melihat pisang super besar sebagai pegangan pintu, ada kucing besar dengan makanannya di beranda rumah, dan hotdog besar berguling-guling di depan garasi. Kemudian ketika kita masuk ke supermarket, secara mental kita membayangkan rute yang tadi dibayangkan, yaitu dari kamar sampai ke garasi mobil, sembari me-recall item-item apa saja yang tadi dibayangkan. Metode ini berguna untuk membantu memori. Namun, metode ini masih terlalu sederhana untuk mempelajari sesuatu secara lebih mendalam.
2)   Metode Pegword
Metode pegword adalah teknik lain untuk belajar efektif daftar
item dan posisi relatif mereka
. Metode ini terdiri dari penggunaan daftar barang yang dikenal atau mudah dipelajari yang kemudian berfungsi sebagai rangkaian di mana daftar lain adalah “digantung” melalui citra visual.
Dengan menggunakan metode pegword, kita membentuk sebuah gambar dari ganggang dan hamburger bersama - mungkin hamburger ditutupi dengan ganggang hijau. Demikian pula, ketika memvisualisasikan kutu air dalam hubungannya dengan sepatu mungkin kita melihat sepatu diisi dengan air dan beberapa kutu air melakukan gaya punggung seluruh permukaan. Selama tiga item terakhir dari rantai makanan, kita bisa membentuk gambar pohon dengan ikan kecil menggantung ke bawah seperti buah, pintu dengan ikan besar diisi melalui lubang kunci, dan elang mengenakan sarang lebah untuk topi. Mengingat rantai makanan, kemudian, adalah hanya masalah berpikir “Salah satunya adalah roti,” membayangkan citra satu dengan ganggang, kemudian berpikir “Dua adalah
sepatu, ” mengambil gambar sepat
u, dan sebagainya.
3)   Metode Kata Kunci
Metode kata kunci ini biasa digunakan untuk mengingat kata-kata yang tidak familiar. Penggunaan metode ini adalah dengan mengaitkan kata yang tidak familiar tersebut dengan kata yang telah dikenal sebelumnya. Ketika kata-kata dalam bahasa asing tidak memiliki hubungan yang jelas untuk bahasa Inggris mereka makna-dan sering kali mereka tidak-metode kata kunci menyediakan alternatif yang efektif. Teknik ini, sebenarnya merupakan kombinasi dari mediasi verbal dan citra visual, melibatkan dua langkah: (1) mengidentifikasi sebuah kata atau frase (kata kunci) bahasa Inggris yang berbunyi mirip dengan asing kata dan kemudian (2) membentuk citra visual dari Inggris suara yang mirip dengan kata bahasa Inggris berarti. Sebagai contoh, perhatikan bagaimana kita mungkin ingat kata-kata Jerman: 
German Word    English Meaning       Keyword(s)    Visual Image
das Pferd              horse                           Ford                A horse driving a Ford
das Kaninchen     rabbit                           can on chin      A rabbit with a can on its chin
Contoh berikutnya adalah ketika seorang anak mempelajari kosakata bahasa inggris dari kata buku, yaitu book. Pengucapan book mirip dengan suara buku yang dijatuhkan yaitu buk sehingga ketika anak berusaha mengingat kata bahasa inggris dari buku, ia akan membayangkan suara buku-buku yang berjatuhan.
8.    Kalimat Bermakna Superimposed
Teknik ini sederhana yaitu siswa menentukan struktur sederhana pada bagian informasi yang akan dipelajari. Struktur itu bisa berupa kalimat, cerita, ritme, singkatan, atau apa pun yang siswa dapat mengingat dengan mudah.
Misalnya, kita diminta untuk mengingat daftar huruf ini
A F A P H D T U A I B U G O R T O K
dibandingkan dengan berusaha mengingat huruf tersebut satu persatu, lebih mudah untuk mengingatnya ketika kita mengelompokkan kata tersebut ke dalam beberapa potongan yang familiar untuk kita, misalnya menjadi
AFA PHD TUA IBU GOR TOK.
Contoh selanjutnya adalah mengingat warna-warna pelangi, merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu, kita akan lebih mudah mengingat warna-warna tersebut dengan menggunakan suku pertama sehingga menjadi mejikuhibiniu (merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu) daripada mengingat satu persatu warna-warna tersebut.

D.  PENGEMBANGAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF
Ahli psikologi perkembangan telah mengamati beberapa tren dalam pengembangan metakognisi, berikut dikemukakan oleh Ormrod (2012: 373-375), yaitu:
1.    Anak-anak menjadi semakin sadar akan sifat pemikiran.
Ahli teori mengusulkan bahwa anak-anak mengembangkan teori kepribadian tidak hanya tentang dunia fisik dan sosial mereka, tetapi juga tentang internalnya yaitu dunia psikologi. Lebih khususnya, anak-anak mengembangkan suatu teori pemikiran, yang meliputi pemahaman mereka sendiri yang semakin kompleks dan bentuk mental -pikiran, keyakinan, perspektif, perasaan orang lain, motif, dan sebagainya.
Anak-anak memiliki kemampuan terbatas untuk melihat ke dalam pemikiran dan pengetahuan mereka sendiri. Meskipun banyak anak-anak prasekolah memiliki kata-kata mengetahui, mengingat, dan lupa dalam kosakata mereka, mereka tidak sepenuhnya memahami sifat dari fenomena mental ini. Misalnya, usia 3 tahun menggunakan istilah lupa hanya berarti “tidak mengetahui” sesuatu, terlepas dari apakah mereka tahu informasi sebelumnya dan ketika usia 4 dan 5 tahun diajarkan sepotong informasi baru, mereka mengatakan bahwa mereka sudah mengetahui itu untuk beberapa waktu.
Selama tahun-tahun di sekolah dasar dan menengah, anak-anak dan remaja mampu merefleksikan proses berpikir mereka sendiri dengan lebih baik dan begitu juga semakin sadar akan sifat berpikir dan belajar. Dalam beberapa hal, orang dewasa dapat mendorong perkembangan tersebut dengan membicarakan kegiatan pikiran – misalnya, dengan mengacu pada “banyak berpikir” atau mendeskripsikan pikiran seseorang sebagai “pengembaraan”.
2.    Anak-anak menjadi semakin realistis tentang kemampuan dan keterbatasan memori mereka.
Anak cenderung terlalu optimis tentang seberapa banyak mereka dapat mengingat. Ketika mereka tumbuh lebih dewasa dan menghadapi berbagai macam tugas-tugas belajar, mereka menemukan bahwa beberapa hal lebih sulit untuk dipelajari daripada yang lainnya. Mereka juga mulai menyadari bahwa memori mereka tidak sempurna - bahwa mereka tidak mungkin mengingat semua yang mereka lihat atau dengarkan. Misalnya, anak-anak kelompok usia 4 tahun (mulai dari anak prasekolah sampai kelas empat) ditunjukkan potongan kertas yang menggambarkaan 1 hingga 10 obyek dan diminta untuk memprediksi seberapa banyak benda yang mereka pikir mereka bisa mengingat padawaktu itu (suatu tugas memori kerja). Anak-anak itu kemudian diuji untuk menentukan berapa banyak benda yang benar-benar bisa mereka ingat. Semua empat kelompok anak-anak cenderung melebih-lebihkan kerja kapasitas memori mereka, tetapi perkiraan anak-anak lebih tua yang lebih realistis. Misalnya, anak-anak TK memprediksikan bahwa mereka dapat mengingat rata-rata 8,0 benda tetapi faktanya mereka hanya mengingat 3,6. Sebaliknya, para siswa kelas empat memperkirakan bahwa mereka dapat mengingat 6.1 benda dan sebenarnya mereka mengingat 5.5 – prediksi menjadi lebih dekat.
3.    Anak-anak menjadi semakin sadar dan menggunakan pembelajaran yang efektif dan strategi memori.
Anak muda memiliki kesadaran metakognitif yang sedikit dari strategi yang efektif. Bahkan ketika mereka dapat mendeskripsikan secara lisan strategi pembelajaran dan memori mana yang efektif dan mana yang tidak, mereka cenderung menggunakan yang relatif tidak efektif. Sebaliknya, anak-anak yang lebih tua lebih cenderung memiliki berbagai strategi, untuk menerapkannya secara luas dan fleksibel, dan untuk mengetahui kapan menggunakannya. Berikut pertimbangan yang bisa digunakan:
a.    Ketika diminta untuk belajar dan mengingat sejumlah informasi, anak usia 6 dan 7 tahun mengalokasikan waktu belajar mereka agak sembarangan, tanpa memperhatikan kesulitan masing-masing hal. Sebaliknya, anak usia 9 dan 10 tahun memfokuskan upaya mereka pada hal yang lebih sulit.
b.    Pengulangan jarang terjadi pada anak-anak prasekolah tetapi meningkat dalam frekuensi dan keefektifan pada masa-masa sekolah dasar. Pada usia 7 atau 8, anak-anak sering mengulang informasi secara spontan, tetapi mereka cenderung untuk mengulang setiap hal yang mereka butuhkan untuk diingat dalam isolasi dari yanglain. Ketika mereka mencapai usia 9 atau 10, mereka mulai menggunakan latihan kumulatif, mengucapkan seluruh daftar sekaligus dan terus menambahkan banyak hal baru.
c.    Anak-anak semakin mengatur hal-hal yang mereka butuhkan untuk diingat, mungkin dengan menempatkan hal-hal ke dalam kategori. Mereka juga menjadi lebih fleksibel dalam strategi organisasi mereka, terutama saat mereka mencapai masa remaja.
d.   Penggunaan elaborasi terus meningkat sepanjang masa-masa sekolah. Misalnya, anak kelas enam sering menarik kesimpulan dari hal-hal yang mereka baca, sedangkan anak kelas satu jarang melakukannya. Dan siswa kelas X mungkin lebih dibandingkan siswa kelas VII untuk menggunakan elaborasi ketika mencoba untuk mengingat asosiasi berpasangan.
4.    Anak-anak terlibat dalam pemantauan yang lebih menyeluruh ketika mereka semakin dewasa.
Anak-anak di awal sekolah dasar sering berpikir mereka mengetahui atau mengerti sesuatu sebelum mereka benar-benar melakukannya. Sebagai akibatnya, mereka tidak mempelajari hal-hal yang mereka butuhkan untuk belajar sebanyak yang seharusnya, dan mereka sering tidak mengajukan pertanyaan ketika mereka menerima informasi yang tidak lengkap atau membingungkan. Kemampuan mereka untuk memonitor pemahaman mereka sendiri meningkatkan selama masa-masa sekolah, dan sehingga mereka menjadi semakin sadar ketika mereka benar-benar mengetahui sesuatu.
5.    Beberapa proses pembelajaran pada awalnya dapat digunakan secara tidak sadar dan secara otomatis, tetapi menjadi lebih sadar dan terencana dengan perkembangan.
Tidak biasa melihat pelajar muda mengorganisir atau mengelaborasi pada hal-hal yang mereka pelajari tanpa menyadarinya bahwa mereka juga melakukannya. Misalnya, anak-anak secara otomatis dapat mengelompokkan hal-hal ke dalam kategori sebagai cara mengingatnya secara lebih efektif; kemudian mereka hanya mencoba untuk mengkategorikan hal-hal yang mereka butuhkan untuk belajar. Dengan demikian, proses belajar anak menjadi lebih intensional - dan karena itu lebih strategis - dengan usia. Strategi khusus belajar siswa tergantung, sampai batas tertentu, pada keyakinan mereka tentang sifat pengetahuan mereka berusaha untuk memperoleh, serta tentang sifat pembelajaran sendiri.

E.  KEYAKINAN EPISTEMIK
Ketika individu yang mempelajari hal-hal baru setiap hari, kita semua memiliki ide-ide tentang apa itu “pengetahuan” dan belajar” - ide-ide itu dikenal sebagai keyakinan epistemik. Menurut Ormrod (2012: 378), yang termasuk dalam teori ini adalah keyakinan tentang hal-hal seperti berikut ini:
1.    Kepastian pengetahuan
Apakah pengetahuan adalah suatu yang tetap, tidak berubah, mutlak “kebenaran” atau tentatif, entitas dinamis yang akan terus berkembang seiring dengan waktu.
2.    Kesederhanaan dan struktur pengetahuan
Apakah pengetahuan adalah kumpulan diskrit, fakta independen atau seperangkat gagasan yang kompleks dan saling terkait.
3.    Sumber pengetahuan
Apakah pengetahuan berasal dari luar peserta didik (yaitu, dari guru atau figur otoritas lain) atau berasal dan dibangun oleh peserta didik sendiri.
4.    Kriteria untuk menentukan kebenaran
Apakah suatu ide diterima sebagai kebenaran ketika itu dikomunikasikan oleh seorang ahli atau ketika itu dievaluasi secara logis berdasarkan bukti yang tersedia.
5.    Kecepatan belajar
Apakah pengetahuan diperoleh dengan cepat, jika sama sekali (dalam hal ini peserta didik mengetahui sesuatu hal atau tidak, dengan cara semua-atau-tidak ada) atau diperoleh secara bertahap selama periode waktu (di mana peserta didik kasus sebagian dapat mengetahui sesuatu).
6.    Sifat kemampuan belajar
Apakah kemampuan orang untuk belajar adalah tetap pada saat lahir (yaitu, warisan) atau dapat meningkatkan dari waktu ke waktu dengan praktek dan penggunaan strategi yang lebih baik.
Keyakinan epistemik siswa jelas-jelas mempengaruhi bagaimana mereka belajar. Berikut ini adalah berbagai keyakinan yang cenderung memiliki efek khusus (Ormrod, 2012: 379) antara lain:
1.    Keyakinan mengenai kepastian pengetahuan
Ketika siswa percaya bahwa pengetahuan tentang suatu topik adalah tetap, entitas tertentu, mereka cenderung untuk melompat ke kesimpulan yang cepat dan berpotensi tidak akurat berdasarkan informasi yang mereka terima. Sebaliknya, ketika siswa melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang terus berkembang dan tidak selalu termasuk definitive jawaban yang benar dan salah, mereka cenderung untuk menikmati tugas-tugas kognitif menantang, terlibat dalam pembelajaran bermakna dan elaboratif, membaca materi pelajaran dengan kritis, menjalani perubahan konsep ketika diperlukan, dan mengakui bahwa ada beberapa isu yang kontroversial dan tidak mudah
diselesaikan
.
2.    Keyakinan mengenai kesederhanaan dan struktur dari pengetahuan
Siswa yang percaya bahwa pengetahuan adalah kumpulan fakta diskrit cenderung untuk menggunakan proses hafalan ketika mereka belajar dan berpegang pada kesalahpahaman yang ada. Mereka juga cenderung berpikir bahwa mereka “tahu” materi yang mereka pelajari jika mereka dapat mengingat fakta-fakta dan definisi-definisi dasar. Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa pengetahuan adalah seperangkat kompleks ide-ide saling cenderung terlibat dalam pembelajaran yang bermakna dan elaboratif ketika mereka belajar dan cenderung untuk mengevaluasi keberhasilan dari upaya pembelajaran mereka dalam hal seberapa baik mereka memahami dan dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari.
3.    Keyakinan tentang sumber pengetahuan
Siswa yang percaya bahwa pengetahuan yang bersumber dari luar pelajar dan diteruskan langsung oleh figure yang otoritas cenderung menjadikan siswa pasif, mungkin mendengarkan penjelasan dengan diam tanpa berusaha untuk mengklarifikasi ide yang membingungkan atau mungkin mengerahkan sedikit usaha ketika pelajaran yang melibatkan kegiatan penyelidikan dan diskusi kelas daripada ceramah. Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa pengetahuan adalah akhirnya dibangun sendiri cenderung untuk kognitif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, membuat interkoneksi antara ide-ide, membaca dan mendengarkan kritis, bekerja untuk memahami yang tampaknya potongan bertentangan informasi, dan mengalami perubahan konseptual.
4.    Keyakinan mengenai kriteria untuk menentukan kebenaran
Ketika siswa percaya bahwa ada sesuatu yang mungkin benar jika itu berasal dari seorang “ahli ” dari beberapa macam, mereka cenderung untuk menerima informasi dari figur otoritas tanpa pertanyaan. Tapi ketika mereka percaya bahwa ide-ide harus dinilai berdasarkan prestasi logis dan ilmiah mereka (bukan pada sumber mereka), mereka cenderung mengevaluasi informasi baru secara kritis atas dasar bukti yang tersedia.
5.    Keyakinan mengenai kecepatan belajar
Ketika siswa percaya bahwa belajar terjadi dengan cepat dalam semua model atau tidak, mereka cenderung percaya bahwa mereka telah belajar sesuatu sebelum mereka
benar-benar belajar - mungkin hanya setelah membaca buku teks sekali - dan dalam menghadapi kegagalan, mereka cenderung menyerah dengan cepat dan mengekspresikan keputusasaan atau tidak suka tentang apa yang sedang mereka pelajari. Sebaliknya, ketika siswa percaya bahwa belajar adalah suatu proses bertahap yang membutuhkan waktu dan usaha lebih, mereka cenderung untuk menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran ketika mereka belajar dan untuk bertahan sampai mereka menguasai materinya.
6.    Keyakinan mengenai sifat dasar dari kemampuan belajar
Keyakinan siswa tentang sifat kemampuan belajar berkorelasi dengan ketekunan mereka dalam belajar. Jika mereka berpikir bahwa kemampuan belajar merupakan komoditas tetap, mereka akan segera menyerah pada tantangan tugas. Sebaliknya, jika mereka berpikir bahwa kemampuan mereka untuk belajar sesuatu yang berada di bawah kendali mereka, mereka akan mengejar berbagai kegiatan belajar mendukung dan mencoba, coba lagi sampai mereka sudah menguasai subyek.

F.   PEMBELAJAR INTENSIONAL
Pembelajaran efektif yang sebenarnya, meliputi pembelajaran intensional, di mana seorang pembelajar menggunakan kegiatan kognitif dan metakognitif dalam berpikir dan belajar sesuatu secara aktif dan sadar. Pembelajar intensional memiliki tujuan khusus yaitu mereka ingin menyelesaikan yang mereka pelajari, dan mereka menggunakan banyak strategi belajar regulasi diri yang mereka memilki untuk mencapai tujuan ini.
Pembelajar intensional mengemukakan beberapa proses yang kritis terhadap perubahan konsep. Pertama, pembelajar intensional hadir secara aktif dan berpikir tentang informasi baru, dan demikian mereka kemungkinan besar lebih memperhatikan ketidaksesuaian dengan apa yang mereka percayai sekarang ini. Kedua, pembelajar intensional ingin sekali memperoleh induk bahan pelajaran, dan juga mereka menggunakan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Ketiga, pembelajar intensional membawa tabel berbagai strategi regulasi diri dan belajar – elaborasi, motivasi diri, pengawasan diri, dan lain-lain – yang memaksimalkan kesempatannya untuk memperbaiki keyakinan mereka yang sejalan dengan apa yang mereka dengar dan baca. Tetapi terlebih lagi untuk proses itu, pembelajar intensional harus memiliki konsisten keyakinan epistemik dengan gagasan perubahan konsep. Lebih spesifik lagi, mereka harus percaya bahwa pengetahuan tentang suatu topik lanjutan untuk menyusun dan mengembangkan waktu lebih dan agar mempelajari sesuatu dengan baik sering menyita waktu, usaha dan ketekunan.
Pembelajaran intensional adalah situasi yang ideal. Sayangnya, tipikal yang lebih sering dimiliki oleh siswa adalah tidak teratur, tidak konsisten, atau tidak aktif menggunakan strategi belajar. Seperti yang telah kita lihat, banyak siswa melanjutkan menggunakan strategi belajar yang tidak efektif (misal, penghafalan tanpa berpikir) karir pendidikan mereka seluruhnya.
Manurut Ormrod (2012: 380-382), alasan mengapa siswa tidak selalu menggunakan strategi belajar yang efektif antara lain sebagai berikut ini:
1.    Siswa tidak mendapat informasi atau salah informasi tentang strategi yang efektif.
Beberapa siswa percaya bahwa semua yang mereka butuhkan untuk mempelajari informasi dengan lebih baik adalah dengan menggunakan usaha lebih – yaitu, untuk mencoba lebih keras – dengan sedikit pemahaman untuk bagaimana seharusnya mereka memproses informasi.
Niscaya alasan utama mengapa siswa memiliki sedikit pengetahuan tentang cara belajar yang efektif adalah sekolah-sekolah jarang mengajari beberapa strategi; stategi instruksi khususnya di tingkat sekolah dasar dan menengah jarang digunakan. Bahkan guru kadang-kadang salah konsep dalam membangun perkembangan, misalnya dengan pepatah seperti ini: “Ulangi kalimat dengan keras sebanyak tiga kali dan tulis sebanyak tiga kali, dan kemudian itu menjadi milikmu selamanya”.
2.    Siswa memiliki keyakinan epistemik yang membuat mereka meremehkan atau salah dalam menggambarkan tugas belajar.
Siswa tidak mungkin menggunakan strategi yang efektif jika mereka percaya bahwa tugas belajar yang di adalah tugas yang mudah atau keberhasilan belajar mereka tidak berhubungan dengan upaya yang mereka lakukan.
3.    Siswa keliru mempercayai bahwa mereka telah menggunakan strategi yang efektif.
Mungkin karena mereka tidak memonitor pemahaman mereka atau mungkin karena mereka telah mendefinisikan belajar yang terlalu secara sederhana, banyak siswa pencapaian rendah keliru mempercayai bahwa pendekatan mereka saat ini untuk belajar adalah salah satu pendekatan yang baik.
4.    Siswa memiliki sedikit pengetahuan yang relevan di mana mereka dapat saling menghubungkannya.
Siswa yang menggunakan strategi belajar yang tidak efektif cenderung kurang memahami materi pelajaran yang mereka pelajari – dan kurang memahami dunia pada umumnya – daripada siswa yang menggunakan strategi belajar yang efektif. Misalnya, siswa mungkin mengetahui terlalu sedikit tentang suatu topik untuk membedakan antara apa yang penting dan tidak penting. Mereka mungkin memiliki beberapa konsep atau pengalaman di mana mereka dapat mengubungkan materi baru dengan bermakna.
Dan mereka
mungkin memiliki lebih sedikit organisasi dan skema organisasi yang dapat mereka tentukan apa yang mungkin dinyatakan menjadi serangkaian fakta yang tidak terkait.
5.    Tugas belajar yang ditugaskan tidak memberi kemungkinan untuk strategi-strategi yang canggih.
Dalam beberapa situasi, guru dapat memberikan tugas-tugas yang mana memerlukan strategi yang efektif yang baik kontraproduktif atau tidak mungkin. Misalnya, ketika guru memberikan tugas sederhana yang melibatkan keterampilan tingkat rendah - misalnya, ketika mereka bersikeras bahwa fakta dan definisi dipelajari secara verbal - siswa tidak mungkin untuk terlibat dalam proses seperti belajar bermakna dan elaborasi. Dan ketika guru mengharapkan materi yang sangat banyak untuk dikuasai dalam setiap tes, siswa mungkin harus mencurahkan waktu mereka yang terbatas untuk mendapatkan segala sesuatu yang umum, dangkal kesan daripada mengembangkan pemahaman yang mendalam dan integrasi dari materi pelajaran.
6.    Siswa memiliki tujuan yang tidak konsisten dengan pembelajaran yang efektif.
Siswa tidak selalu tertarik belajar untuk memahami, tetapi mereka mungkin lebih tertarik dalam mengingat informasi hanya cukup lama untuk mendapatkan suatu nilai kelulusan, atau mereka mungkin ingin menyelesaikan suatu tugas yang diberikan dengan sedikit waktu dan dengan upaya sesedikit mungkin. Strategi pembelajaran yang efektif mungkin sebagian besar tidak relevan untuk motif tersebut.
7.    Siswa berpikir bahwa strategi pembelajaran canggih memerlukan terlalu banyak usaha untuk menjadi bermanfaat.
Siswa yang percaya bahwa strategi tertentu melibatkan terlalu banyak waktu dan usaha, tidak mungkin untuk menggunakan mereka, tidak peduli seberapa efektif strategi tersebut. Dalam banyak kasus, siswa tampaknya tidak menyadari berapa banyak beberapa strategi sederhana yang dapat membantu mereka belajar dan mengingat materi pelajaran. Dalam hal lain, mereka mungkin memiliki sedikit pengalaman dengan strategi tertentu, jadi, mereka telah belajar sedikit atau tidak ada komponen strategi secara otomatis, dan juga menggunakannya secara efektif, tidak memerlukan sangat banyak usaha.
8.    Siswa memiliki keyakinan diri yang rendah tentang kemampuan mereka untuk belajar dalam tujuan akademis.
Beberapa siswa terutama mereka yang memiliki riwayat kegagalan akademik, mengembangkan keyakinan bahwa mereka tidak mampu belajar terlepas dari apa yang mereka lakukan. Siswa tersebut dapat percaya (keliru) bahwa tidak ada strategi yang mungkin untuk membuat perbedaan yang cukup dalam prestasi sekolah mereka.

G. PENGEMBANGAN STRATEGI BELAJAR EFEKTIF
Peneliti telah mengidentifikasi sejumlah latihan yang mengembangkan perkembangan kemampuan dan pengetahuan metakognisi yang lebih baik. Berikut ini beberapa pedoman untuk diingat:
1.        Siswa mempelajari strategi-strategi secara lebih efektif ketika strategi-strategi itu diajarkan dalam konteks mata pelajaran tertentu dan tugas pelajaran yang dilakukan terus menerus. Ketika siswa memperoleh isi materi khusus, mereka seharusnya belajar cara-cara untuk mempelajari isi materi itu. Misalnya, ketika menyajikan informasi baru di kelas, seorang guru seharusnya (1) menyarankan bagaimana siswa dapat mengatur catatan-catatan mereka (2) menggunakan mnemonics untuk hal-hal yang susah diingat, dan (3) meminta siswa untuk meringkas penyajian gagasan-gagasan itu. Ketika memberikan beberapa halaman buku teks untuk dibaca di rumah, seorang guru seharusnya (4) menyarankan siswa tersebut mempertimbangkan apa yang mereka ketahui tentang topik sebelum mereka mulai membacanya (5) meminta siswa menggunakan judul dan sub judul untuk memprediksi isi yang akan dibacanya, dan (6) menyediakan pertanyaan-pertanyaan bagi siswa untuk bertanya sendiri jika mereka membaca.
2.        Siswa dapat menggunakan strategi belajar yang tepat hanya ketika mereka memiliki suatu dasar pengetahuan di mana mereka dapat mengubungkan materi baru. Salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi proses seperti itu pembelajaran bermakna dan elaborasi adalah apa yang telah pembelajar ketahui. Pengetahuan utama siswa mempengaruhi kemampuan mereka untuk memisahkan gagasan penting dari fakta-fakta remeh temeh dan untuk memonitor pemahaman mereka secara efektif.
3.        Siswa harus mempelajari bermacam-macam jenis strategi, dalam berbagai situasi yang tepat. Strategi-strategi yang berbeda berguna dalam situasi-situasi yang berbeda; misalnya, pembelajaran bermakna mungkin lebih efektif untuk mempelajari dasar-dasar umum dalam mata pelajaran, sedangkan mnemonics mungkin lebih efektif dalam pembelajaran daftar dan pasangan yang susah diingat.
4.        Strategi-strategi yang efektif harus dilatih dengan berbagai tugas. Ketika siswa hanya mempelajari sebuah strategi untuk satu tugas tertentu, mereka tidak mungkin menggunakannya dalam konteks lain. Tetapi ketika mereka menggunakan strategi yang sama untuk banyak tugas yang berbeda sepanjang waktu, mereka mungkin mengingat nilai strategi dan menggunakannya dalam situasi baru.
5.        Instruksi strategi harus memasukkan strategi samar-samar sebaik strategi yang jelas. Siswa-siswa tertentu mendapat keuntungan dari panduan tentang bagaimana membuat catatan, membuat garis besar, dan menulis ringkasan dari apa yang mereka pelajari. Tetapi proses kognitif yang menekankan tingkah laku seperti pembelajaran bermakna, elaborasi, memonitor secara menyeluruh, dan lain-lain inilah yang pada akhirnya merupakan strategi yang paling penting bagi siswa untuk memperoleh.
6.        Guru dapat memperagakan strategi-strategi yang efektif dengan memikirkan materi baru dengan baik. Guru memberikan siswa contoh yang konkret dan spesifik bagaimana memproses informasi secara efektif, misalnya, “Mengingat bahwa Au adalah simbol untuk emas dengan mengingat, ‘Au, kamu mencuri jam tangan emasku!”
7.        Siswa juga dapat mengambil keuntungan dari merefleksikan dan mendeskripsikan strategi belajar tertentu mereka. Siswa yang berpikir secara teratur tentang bagaimana mereka mengetahui sesuatu, bagaimana mereka mempelajarinya, dan juga bagaimana mereka seharusnya mempelajarinya secara efektif, dapat membantu memunculkan refleksi yang cermat tentang strategi belajar mereka.
8.        Guru harus merancah kemampuan awal siswa dalam menggunakan strategi baru, menghapuskan scaffolding secara bertahap ketika siswa menjadi lebih cakap.
9.        Siswa dapat mempelajari strategi yang efektif dengan berkolaborasi dengan teman sekelas mereka. Ketika siswa menjelaskan pemikiran dan alasan mereka, mereka membuat pikiran mereka lebih tajam untuk diri mereka sendiri dan yang lainnya. Kegiatan belajar kolaborasi mungkin mengembangkan perkembangan metakognitif siswa ketika mereka.
10.    Siswa harus memahami mengapa strategi baru itu bermanfaat. Strategi instruksi lebih sukses ketika siswa tidak hanya mempelajari strategi-strategi belajar yang efektif tetapi juga mempelajari bagaimana dan mengapa strategi ini mempertinggi pembelajaran dan memori.
11.    Siswa harus memiliki keyakinan epistemik yang konsisten dengan strategi-strategi yang efektif. Karena keyakinan epistemik siswa tentang pengetahuan dan belajar sering dalam bentuk implisit daripada pengetahuan eksplisit,
12.    Siswa harus memperoleh mekanisme dalam memonitor dan mengevaluasi cara belajar mereka sendiri. Guru dapat membantu siswa menggunakan self-monitoring dan self-evaluation secara efektif dengan memfasilitasi siswa sebagai berikut:
                       a.          Jelaskan hasil yang diinginkan dari tugas belajar; misalnya, jelaskan bagaimana hasil belajar siswa akan dinilai
                       b.          Buatlah siswa menentukan tujuan dan objyek khusus dalam suatu sesi belajar
                       c.          Minta siswa untuk merekam penampilan mereka dan merefleksikan pembelajaran mereka dalam tugas tertulis, jurnal, atau fortofolio
                      d.          Sediakan kriteria khusus sehingga siswa dapat menggunakan untuk menilai perbuatan mereka.
                       e.          Sediakan test sendiri sehingga siswa dapat menggunakan untuk menilai pemahaman mereka sendiri tentang materi pelajaran tertentu.
                        f.          Dalam beberapa kesempatan, tunda umpan balik guru sehingga siswa memiliki kesempatan pertama untuk mengevaluasi perbuatan mereka.
                       g.          Dorong siswa untuk mengevaluasi perbuatan mereka secara nyata dan memperbaikinya.
13.    Siswa harus percaya bahwa, dengan usaha yang cukup dan strategi-strategi yang tepat, mereka dapat mempelajari dan memahami materi yang menantang. Instruksi strategi harus memberikan perasaan self-efficacy kepada siswa tentang kemampuan mereka dalam mempelajari materi pelajaran. Dan itu harus menunjukkan bahwa kesuksesan mereka dalam belajar berhubungan dengan strategi khusus yang mereka gunakan.

Referensi
Ormrod, Jeanne Ellis. 2012. Human learning. United States of America: Pearson Education


*) Tugas Mata Kuliah Teori dan Psikologi Belajar