Senin, 23 Mei 2016

Saat Kau dan Aku Memiliki Kecintaan yang Sama terhadap Ilmu...



Sabtu malam alias malam minggu, saatnya bersantai melepas penat, seusai sepekan berjibaku dengan kurikulum di sekolah dan tugas-tugas kuliah di kampus. Ahh, tak jauh berbeda dengan para jomblower yang lain, bagi yang tak ada acara jalan-jalan keluar, lebih asyik tidur di rumah atau baca buku atau mungkin berselancar di dunia maya.

Usai menyelesaikan jatah tilawah hari ini, kuambil buku yang baru saja kubeli pekan ini. Kubuka-buka, namun sepertinya mataku sedang lelah melihat barisan huruf yang berjajar rapi di lapis-lapis kertas. Pada dasarnya, aku hanya ingin bersantai dengan merebahkan badan, sedangkan buku sangat tak enak dinikmati dengan kepala bersender bantal setengah tergeletak, juga karena lampu di atas tempat tidurku tak cukup baik untuk menerangi buku untuk kubaca.

Akhirnya, kukembalikan buku itu di atas tumpukan berkas-berkas proposal tesisku. Kuambil androidku, kuaktifkan, dan kusentuh aplikasi berikon huruf ‘f’. Kugeser jempol kananku ke atas, sekitar 5 menit pertama tak kutemukan status yang menarik. Kulanjutkan dan jempolku terhenti di status teman organisasiku dari kampus tetangga, ada sebuah status beserta tautan situs blog. Aku coba membaca tulisan dari blog tersebut, pemilik blog yang tengah berkisah tentang perjalanannya belajar di negeri orang, ia dan suaminya saling berpacu dan mendukung untuk terus belajar dan menuntut ilmu. Aihhh, so sweet. Pengin kan jadinya -_- hehehe...

Aku bangkit, dan kunyalakan laptopku. Entah, tiba-tiba impianku mengembang lagi, bahkan pikiranku sudah lebih dulu sampai di tempat-tempat yang aku impikan dengan segenap harapan-harapan bersama kekasih impian, hahahaaa... Hanya saja gak kebayang wajahnya kayak mana? Wkwkwk...

Akupun punya impian yang sama. Kucoba, kutulis perlahan apa yang ada dalam dunia mimpiku (pun sebagai doaku, dan semoga menjadi doaku dan doanya-yang kelak entah kapan-doa kami akan terjawab dengan adanya perjumpaan dan kebersamaan dalam ketaatan, saling menyempurnakan dan bergandeng berjuang bersama meraih apa-apa yang Allah ridhoi, aamiin...)

Saat membaca tulisan di blog itu, entah, serasa ada banyak energi yang membangkitkanku. Ini adalah bulan ketiga aku menjalankan amanah menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, amanah yang sangat berat. Ini pun bulan ketiga aku merasa berjuang sendiri bertahan dan mencoba memberi yang terbaik untuk sekolahku, dimana kedua sahabat guru memilih resain ketimbang memikul beratnya tantangan di sekolah ini (terlepas alasan penguat lain tentang keluarga). Ini pula semester ketiga aku menjalani studi S2-ku di UNY, meskipun menyandang status cuti tugas belajar sebagai syarat izin pemberian beasiswa P2TK Kemendikbud, namun Kepala Sekolahku lebih berkenan aku tetap menjalankan amanah tugas tambahan ini. Terkadang aku iri dengan teman-teman sekelasku, mereka bisa mengambil cuti tugas belajar 2 tahun penuh, sehingga bisa totalitas di kuliah. Kami sekelas berjumlah 20 mahasiswa, semuanya penerima beasiswa P2TK Kemendikbud, terdiri dari 18 guru muda PNS, 2 guru muda swasta dan salah satunya aku. Kenapa muda? Karena jiwanya masih muda, hehe...Di kelas kami, maksimal berusia 33 tahun, dan akulah si bontot di kelas ini, 26 tahun. Tapi jadi gak muda lagi kalau mengingat prestasi berkeluarga, hanya 3 mahasiswa yang belum bergelar istri, yang lain sudah bergelar suami ataupun istri, bahkan ayah atau ibu. Sudahlah...daripada galau, yakin deh, si dia juga sedang diproses oleh Allah biar jadi ‘keren’, insyaaAllah...^_^

Baiklah, kita kembali berbicara tentang spirit dan impian tadi. Ya, membaca blog tersebut, seakan Allah tengah mengingatkanku akan sebuah impian yang harus diikhtiarkan sebaik mungkin. Entah, apa yang akan terjadi pada diriku di depan sana, masih sangat terhijab. Aku hanya mencoba berbaik sangka atas keterhijaban itu, serta menyiapkan segala alternatif yang mungkin bisa kupersiapkan. Nyatanya, apa yang terjadi pada diriku saat inipun tak semua adalah impian-impian yang kuinginkan di masa lalu, ataupun doa-doa yang kupanjatkan kemarin. Ada kesempurnaan Allah dalam melukis kanvas dan rute perjalanan hidup kita. Tugas kita adalah bekerja, berusaha, melakukan yang terbaik, dan selalu berselaras dengan apa yang Allah Kehendaki dalam diri kita. Hingga yang terlukis adalah berjumpanya kehendak kita dan kehendak Allah. InsyaaAllah. Termasuk saat ini. Aku hanya ingin menempa diri dan mempersiapkannya menjadi guru yang sebenarnya guru, mendidik anak negeri dengan segenap bentuk persembahan terbaik kepada Sang Khalik. Impian lain yang harus kupersiapkan pula adalah menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anak yang kelak aku lahirkan (semoga Allah memberikan kesempatan ini). Harus kusadari pula, ada hak masyarakat atau ummat atas ilmu yang kuperoleh, gelar yang kusandang, jadi apapun aku nanti, tetap mencoba berkhidmat untuk rakyat (kayak jargon PK* aja nih, tetapi memang harus demikian).

Ahh, untuk itu aku masih memiliki impian berkaitan dengan studi formalku, yaitu kuliah bersama suami ke Jepang. Ada 2 pertanyaan besar mungkin. Pertama, Suami? Hmm, suami siapa? Ok, kongkrit deh kapan nikah? Dan jika pertanyaan ini yang muncul, sungguh aku tak mampu menjawab. Siapa dan kapan, begitu terhijab olehku, hanya mencoba berbaik sangka dan terus bersangka baik, dengan terus berbenah dan berharap pada Pemiliknya, serta berusaha kadarnya manusia. Pertanyaan kedua, Jepang? Why? Menurutku, negara Jepang itu memiliki sekian indikator yang seharusnya dimiliki oleh negara mayoritas muslim, Indonesia. Boleh dikata, Jepang adalah miniaturnya negera Islam. Sayang, indikator tersebut justru tumbuh subur di negara yang tak menganut agama. Aku tahu, tak lantas jika aku bisa kuliah atau tinggal di sana barang beberapa bulan ataupun tahun kemudian mampu mengubah negeriku seperti kehidupan di sana, namun setidaknya aku mendapat ilmu dan pengalaman dalam mengelola 24 jam dengan sekian produktifitas yang harus kuasah. Lantas, jurusan apa yang ingin diambil? Tentu saja pendidikan dasar, sejalan dengan keilmuan maupun karir yang kutekuni selama ini. Jurusan ini adalah hadiah alias takdir dari Allah. Karena sebelumnya, aku tak pernah memiliki cita-cita untuk kuliah di PGSD dan menjadi guru SD.

Saat itu Allah tak berkenan aku kuliah di jurusan yang kuinginkan. Padahal perjuanganku berkali-kali mengikuti serangkaian seleksi (tanpa tes maupun dengan tes) untuk masuk jurusan yang tak jauh dari dunia matematika, kimia, fisika. Hadiah, karena aku tak cukup bersunguh-sungguh memperjuangkannya saat mengikuti seleksi tes masuk, padahal di waktu yang sama ada sekian ribu peserta berebut duduk menjadi mahasiswa PGSD, yang notabene jurusan dengan prospek kerja yang menjanjikan, karena akan ada pensiun PNS guru SD besar-besaran di tahun 2010 ke atas. Soal tes seleksi masuk jurusan PGSD rasanya lebih mudah, mungkin karena termasuk rumpun IPS, sedangkan aku lulusan SMA jurusan IPA, sehingga soal yang kujumpai matematika masih dasar-sedang dan soal lain dengan menebak-nebak realita sosial yang ada atau pengetahuan umum. Keterpaksaan itu berimbas pada beberapa semester awalku yang tak cukup senang berkuliah, karena mata kuliahnya lebih banyak ilmu-ilmu sosial, hingga akhirnya kenyamanan dan bertekad membenahi spirit kuliahku justru aku peroleh dari berorganisasi. Sampai akhirnya aku menyelesaikan studiku selama 4,5 tahun, memang sedikit molor karena sering ditinggal ‘jalan-jalan’ tugas dari organisasiku, dan mungkin kemampuanku bagi waktu yang masih buruk. Februari 2012 dinyatakan bergelar S.Pd di belakang namaku. Lantas kulanjutkan karirku menjadi guru SD di salah satu sekolah swasta, ya karena sewaktu menyusun skripsi aku sudah mulai mengajar di sekolah tersebut, Oktober 2011. Beberapa kali menjumpai momentum pendaftaran CPNS, dan sampai 2015 ini aku tetap saja belum berminat mendaftar PNS. Kadang tentangga atau sanak saudara juga menyayangkan pilihanku ini, mereka berharap aku menjadi PNS guru SD ataupun dosen PGSD, tetap saja pilihanku adalah menjadi dosennya anak-anak SD saja.

Sabda Rasulullah dalam hadits sahih, “Menakjubkan semua urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ditimpa kesusahan ia bersabar, maka ini baik pula baginya” (HR. Muslim). Dan semoga diri ini terus memperbaiki diri untuk mengharap ridho Allah, dengan keimanan yang semakin mengakar, dan kebermanfaatan yang semakin bertumbuh dan mekar.

Saat kau dan aku memiliki kecintaan yang sama terhadap ilmu...
Kita akan mudah bersepakat, walau begitu banyak beda di antara kita.
Keimanan yang saling tertaut, keimanan yang terakrabkan.
Maka cara kita memandang Rabb kita akan sama.

Bantul, 5 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berbagi...^_^