Sabtu malam alias malam minggu, saatnya bersantai melepas
penat, seusai sepekan berjibaku dengan kurikulum di sekolah dan tugas-tugas
kuliah di kampus. Ahh, tak jauh berbeda dengan para jomblower yang lain, bagi
yang tak ada acara jalan-jalan keluar, lebih asyik tidur di rumah atau baca
buku atau mungkin berselancar di dunia maya.
Usai menyelesaikan jatah tilawah hari ini, kuambil buku yang
baru saja kubeli pekan ini. Kubuka-buka, namun sepertinya mataku sedang lelah
melihat barisan huruf yang berjajar rapi di lapis-lapis kertas. Pada dasarnya,
aku hanya ingin bersantai dengan merebahkan badan, sedangkan buku sangat tak
enak dinikmati dengan kepala bersender bantal setengah tergeletak, juga karena
lampu di atas tempat tidurku tak cukup baik untuk menerangi buku untuk kubaca.
Akhirnya, kukembalikan buku itu di atas tumpukan
berkas-berkas proposal tesisku. Kuambil androidku, kuaktifkan, dan kusentuh
aplikasi berikon huruf ‘f’. Kugeser jempol kananku ke atas, sekitar 5 menit
pertama tak kutemukan status yang menarik. Kulanjutkan dan jempolku terhenti di
status teman organisasiku dari kampus tetangga, ada sebuah status beserta
tautan situs blog. Aku coba membaca tulisan dari blog tersebut, pemilik blog
yang tengah berkisah tentang perjalanannya belajar di negeri orang, ia dan
suaminya saling berpacu dan mendukung untuk terus belajar dan menuntut ilmu.
Aihhh, so sweet. Pengin kan jadinya -_- hehehe...
Aku bangkit, dan kunyalakan laptopku. Entah, tiba-tiba
impianku mengembang lagi, bahkan pikiranku sudah lebih dulu sampai di
tempat-tempat yang aku impikan dengan segenap harapan-harapan bersama kekasih
impian, hahahaaa... Hanya saja gak kebayang wajahnya kayak mana? Wkwkwk...
Akupun punya impian yang sama. Kucoba, kutulis perlahan apa
yang ada dalam dunia mimpiku (pun sebagai doaku, dan semoga menjadi doaku dan
doanya-yang kelak entah kapan-doa kami akan terjawab dengan adanya perjumpaan
dan kebersamaan dalam ketaatan, saling menyempurnakan dan bergandeng berjuang
bersama meraih apa-apa yang Allah ridhoi, aamiin...)
Saat membaca tulisan di blog itu, entah, serasa ada banyak
energi yang membangkitkanku. Ini adalah bulan ketiga aku menjalankan amanah
menjadi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, amanah yang sangat berat. Ini
pun bulan ketiga aku merasa berjuang sendiri bertahan dan mencoba memberi yang
terbaik untuk sekolahku, dimana kedua sahabat guru memilih resain ketimbang
memikul beratnya tantangan di sekolah ini (terlepas alasan penguat lain tentang
keluarga). Ini pula semester ketiga aku menjalani studi S2-ku di UNY, meskipun
menyandang status cuti tugas belajar sebagai syarat izin pemberian beasiswa
P2TK Kemendikbud, namun Kepala Sekolahku lebih berkenan aku tetap menjalankan
amanah tugas tambahan ini. Terkadang aku iri dengan teman-teman sekelasku,
mereka bisa mengambil cuti tugas belajar 2 tahun penuh, sehingga bisa totalitas
di kuliah. Kami sekelas berjumlah 20 mahasiswa, semuanya penerima beasiswa P2TK
Kemendikbud, terdiri dari 18 guru muda PNS, 2 guru muda swasta dan salah
satunya aku. Kenapa muda? Karena jiwanya masih muda, hehe...Di kelas kami,
maksimal berusia 33 tahun, dan akulah si bontot di kelas ini, 26 tahun. Tapi
jadi gak muda lagi kalau mengingat prestasi berkeluarga, hanya 3 mahasiswa yang
belum bergelar istri, yang lain sudah bergelar suami ataupun istri, bahkan ayah
atau ibu. Sudahlah...daripada galau, yakin deh, si dia juga sedang diproses
oleh Allah biar jadi ‘keren’, insyaaAllah...^_^
Baiklah, kita kembali berbicara tentang spirit dan impian
tadi. Ya, membaca blog tersebut, seakan Allah tengah mengingatkanku akan sebuah
impian yang harus diikhtiarkan sebaik mungkin. Entah, apa yang akan terjadi
pada diriku di depan sana, masih sangat terhijab. Aku hanya mencoba berbaik
sangka atas keterhijaban itu, serta menyiapkan segala alternatif yang mungkin
bisa kupersiapkan. Nyatanya, apa yang terjadi pada diriku saat inipun tak semua
adalah impian-impian yang kuinginkan di masa lalu, ataupun doa-doa yang
kupanjatkan kemarin. Ada kesempurnaan Allah dalam melukis kanvas dan rute
perjalanan hidup kita. Tugas kita adalah bekerja, berusaha, melakukan yang
terbaik, dan selalu berselaras dengan apa yang Allah Kehendaki dalam diri kita.
Hingga yang terlukis adalah berjumpanya kehendak kita dan kehendak Allah.
InsyaaAllah. Termasuk saat ini. Aku hanya ingin menempa diri dan
mempersiapkannya menjadi guru yang sebenarnya guru, mendidik anak negeri dengan
segenap bentuk persembahan terbaik kepada Sang Khalik. Impian lain yang harus
kupersiapkan pula adalah menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anak yang
kelak aku lahirkan (semoga Allah memberikan kesempatan ini). Harus kusadari
pula, ada hak masyarakat atau ummat atas ilmu yang kuperoleh, gelar yang
kusandang, jadi apapun aku nanti, tetap mencoba berkhidmat untuk rakyat (kayak
jargon PK* aja nih, tetapi memang harus demikian).
Ahh, untuk itu aku masih memiliki impian berkaitan dengan
studi formalku, yaitu kuliah bersama suami ke Jepang. Ada 2 pertanyaan besar
mungkin. Pertama, Suami? Hmm, suami siapa? Ok, kongkrit deh kapan nikah? Dan
jika pertanyaan ini yang muncul, sungguh aku tak mampu menjawab. Siapa dan
kapan, begitu terhijab olehku, hanya mencoba berbaik sangka dan terus bersangka
baik, dengan terus berbenah dan berharap pada Pemiliknya, serta berusaha
kadarnya manusia. Pertanyaan kedua, Jepang? Why? Menurutku, negara Jepang itu
memiliki sekian indikator yang seharusnya dimiliki oleh negara mayoritas muslim,
Indonesia. Boleh dikata, Jepang adalah miniaturnya negera Islam. Sayang,
indikator tersebut justru tumbuh subur di negara yang tak menganut agama. Aku
tahu, tak lantas jika aku bisa kuliah atau tinggal di sana barang beberapa
bulan ataupun tahun kemudian mampu mengubah negeriku seperti kehidupan di sana,
namun setidaknya aku mendapat ilmu dan pengalaman dalam mengelola 24 jam dengan
sekian produktifitas yang harus kuasah. Lantas, jurusan apa yang ingin diambil?
Tentu saja pendidikan dasar, sejalan dengan keilmuan maupun karir yang kutekuni
selama ini. Jurusan ini adalah hadiah alias takdir dari Allah. Karena
sebelumnya, aku tak pernah memiliki cita-cita untuk kuliah di PGSD dan menjadi
guru SD.
Saat itu Allah tak berkenan aku kuliah di jurusan yang
kuinginkan. Padahal perjuanganku berkali-kali mengikuti serangkaian seleksi
(tanpa tes maupun dengan tes) untuk masuk jurusan yang tak jauh dari dunia
matematika, kimia, fisika. Hadiah, karena aku tak cukup bersunguh-sungguh
memperjuangkannya saat mengikuti seleksi tes masuk, padahal di waktu yang sama
ada sekian ribu peserta berebut duduk menjadi mahasiswa PGSD, yang notabene jurusan
dengan prospek kerja yang menjanjikan, karena akan ada pensiun PNS guru SD besar-besaran
di tahun 2010 ke atas. Soal tes seleksi masuk jurusan PGSD rasanya lebih mudah,
mungkin karena termasuk rumpun IPS, sedangkan aku lulusan SMA jurusan IPA,
sehingga soal yang kujumpai matematika masih dasar-sedang dan soal lain dengan
menebak-nebak realita sosial yang ada atau pengetahuan umum. Keterpaksaan itu
berimbas pada beberapa semester awalku yang tak cukup senang berkuliah, karena
mata kuliahnya lebih banyak ilmu-ilmu sosial, hingga akhirnya kenyamanan dan
bertekad membenahi spirit kuliahku justru aku peroleh dari berorganisasi.
Sampai akhirnya aku menyelesaikan studiku selama 4,5 tahun, memang sedikit
molor karena sering ditinggal ‘jalan-jalan’ tugas dari organisasiku, dan
mungkin kemampuanku bagi waktu yang masih buruk. Februari 2012 dinyatakan bergelar
S.Pd di belakang namaku. Lantas kulanjutkan karirku menjadi guru SD di salah
satu sekolah swasta, ya karena sewaktu menyusun skripsi aku sudah mulai
mengajar di sekolah tersebut, Oktober 2011. Beberapa kali menjumpai momentum pendaftaran
CPNS, dan sampai 2015 ini aku tetap saja belum berminat mendaftar PNS. Kadang tentangga
atau sanak saudara juga menyayangkan pilihanku ini, mereka berharap aku menjadi
PNS guru SD ataupun dosen PGSD, tetap saja pilihanku adalah menjadi dosennya
anak-anak SD saja.
Sabda Rasulullah dalam hadits sahih, “Menakjubkan semua urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua
urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang
yang beriman. Apabila ia memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi
kebaikan baginya. Jika ditimpa kesusahan ia bersabar, maka ini baik pula
baginya” (HR. Muslim). Dan semoga diri ini terus memperbaiki diri untuk
mengharap ridho Allah, dengan keimanan yang semakin mengakar, dan
kebermanfaatan yang semakin bertumbuh dan mekar.
Saat kau dan aku memiliki kecintaan yang sama terhadap ilmu...
Kita akan mudah bersepakat, walau begitu banyak beda di
antara kita.
Keimanan yang saling tertaut, keimanan yang terakrabkan.
Maka cara kita memandang Rabb kita akan sama.
Bantul, 5 September 2015