Selasa, 14 April 2015

DIRIKU YANG AKAN DAN SEDANG MEMBANGUN TEORI TENTANG LEARNING TRAJECTORY

Tugas Mata Kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Nama    : Isna Nurfiyanti
Kelas    : P2TK
NIM    : 14712259014

DIRIKU YANG AKAN DAN SEDANG MEMBANGUN TEORI TENTANG LEARNING TRAJECTORY

Learning trajectory dan teaching trajectory merupakan dua pasang konsep dalam mengembangkan pembelajaran dalam pendidikan. Learning trajectory meliputi empat bentuk yaitu material, formal, normatif, dan spiritual. Bentuk material dalam konteks dan konten meliputi fisik yang disebut artefak, lingkungan/budaya, dan perangkat pembelajaran. Bentuk formalnya berwujud dokumen resmi meliputi UUD 1945, UU, Peraturan pemerintah, perpu, kurikulum, silabus, RPP, LKS, dan asesmen/penilaian. Bentuk normatifnya berbentuk buku, makalah ilmiah, penelitian, jurnal, dan filsafatnya (hakikat, metode, etik estetika). Hakikat filsafat meliputi wadah dan isi. Bentuk spiritualnya meliputi syariat, hakikat, dan makrifat.
Untuk mengetahui cara berpikir siswa, siswa sebagai warga negara berhak memperoleh pendidikan, kesejahteraan, keselamatan, kecerdasan, dan seterusnya. Hal tersebut harus dieksplor, diselidiki, diteliti, bagaimana kedudukan siswa di dalam filsafat. Berdasar hakikat filsafat, pendidikan di Indonesia lahirlah “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangunkarsa, tut wuri handayani”. Dari filsafat berkembanglah paradigma, kemudian muncul teori pendidikan. Di sisi konten material, adanya fenomena, data, pengalaman di lapangan. Bertemulah dalam bentuk praktik, yaitu langsung dan tidak langsung (video PBM). Praktik pembelajaran diperoleh dari menggali dan membaca berbagai referensi tentang teori belajar mengajar kemudian menghubungkannya. Interaksi antara teori dan praktik, guru dan siswa, akan diperoleh sebuah bangunan hermeneutika learning trajektory. Proses ini akan terbangun dalam diri kita masing-masing.
Hakikat hidup adalah proses interaksi. Setiap perjalanan kita mengandung tiga unsur meliputi unsur rutin (sesuai dengan kodrat, nasib tanpa ikhtiar), unsur sadar terhadap ruang dan waktu, meneliti dan menyelidiki menambah ilmu, lantas kemudian ilmu yang diperoleh digunakan untuk membangun hidup. Maka, sesungguhnya hidup itu memadukan kerutinan dengan ikhtiar, sehingga timnul kebermaknaan hidup. Bak usia, dibiarkan pasti akan bertambah, namun akan bermakna dengan adanya ikhtiar, dan di sini lah yang membedakan meskipun sama-sama usia akan berlalu. Ketika kita menjalani hidup hanya berdasar pada kebiasaan atau rutinitas saja, maka hidup itu fatal. Namun ketika hidup itu berisi ikhtiar mensintesis dan menganti-tesis, maka hidup itu menjadi bermakna atau fital. Sebenar-benar hidup itu membangun teori. Jika tak ada teori yang terbangun, maka kita termasuk orang yang merugi. Begitu pula dalam pendidikan atau pembelajaran, belajar itu hakikatnya membangun teori atau proses membangun hidup. Guru harus bisa memfasilitasi siswa dengan ruang dan waktu agar siswa mampu membangun pemahamannya. Guru tidak boleh mendikte, otoriter, semena-mena dalam mendidik siswa, karena setiap siswa itu memiliki potensi untuk membangun pengetahuan.
Hakikat atau makna wadah dan isi, wadah sebagai sintaks, isi berupa kategori, kemudian kedua hal itu disebut pengetahuan. Siswa usia PAUD, SD, SMP, SMA, dewasa atau orang tua, masing-masing memiliki cara berpikir yang berbeda. Dengan kita melihat video pembelajaran, misal team teaching, kita mengetahui bagaimana cara siswa berpikir. Untuk memperoleh teori yang melandasi bagaimana siswa berpikir, maka kita bisa mengambil data dengan penelitian proses belajar mengajar di sekolah masing-masing. Di sini kita menginteraksikan proses lapangan dan teori.
Dalam membangun konsep atau teori learning trajectory, kita harus banyak membaca literatur yang bermacam-macam, memadukan teori berpikir para ahli, antara lain teori behaviorisme, kognitif (bruner, vygotsky, dll), konstruktivisme, dan sebagainya. Dari sini, tentu saja akan diperoleh cara berpikir yang berbeda antara siswa PAUD, SD, SMP, SMA, dan sebagainya. Guru tidak akan menyamakan cara berpikir siswa usia PAUD hingga dewasa.
Kita sebagai guru harus peduli bagaimana siswa berpikir tentang matematika, bahasa indonesia, dan sebagainya, agar proses berpikir yang berkembang dalam diri siswa tumbuh dengan baik. Guru harus memiliki skema dalam mengatur waktu dan pengentahuannya. Guru merupakan tonggak pendidikan, maka harus senantiasa berkembang dengan memperbanyak membaca referensi tentang teori maupun perkembangan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berbagi...^_^