A. METAKOGNISI
Metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Menurut Ormrod (2012:
353-354), metakognisi mencantumkan pengetahuan dan kemampuan sebagai berikut:
1. Mengetahui
bagaimana kemampuan belajar dan memori yang dimilikinya sendiri dan tugas-tugas
pembelajaran apa yang dapat diselesaikan dengan realistis (misal, akuilah bahwa
tidak mungkin untuk menghafalkan 200 halaman dari teks dalam waktu satu malam),
2. Mengetahui
mana yang merupakan strategi pembelajaran efektif dan tidak (misal, sadarilah
bahwa pembelajaran bermakna lebih efektif daripada pembelajaran yang dihafalkan
tanpa berpikir),
3. Merencanakan
suatu pendekatan yang aktif untuk tugas pembelajaran baru (misal, menemukan
suatu tempat yang sunyi untuk belajar),
4. Menyesuaikan
strategi-strategi pembelajaran dengan keadaan sekitar (misal, membuat catatan
yang lengkap ketika materi pelajaran susah untuk diingat),
5. Memonitor keadaan
pengetahuan sekarang ini (misal, menentukan apakah informasi telah dipelajari
dengan sukses atau tidak),
6. Mengetahui
strategi-strategi yang efektif untuk mendapatkan kembali informasi yang
tersimpan sebelumnya (misal, memikirkan tentang konteks di mana suatu informasi
tertentu mungkin dipelajari).
Metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Seperti yang
dapat kita lihat, hal itu membutuhkan beberapa gagasan dan proses abstrak yang
agak lengkap. Sebagian besar gagasan-gagasan dan proses-proses ini tidak
diajarkan di sekolah secara khusus. Jadi, tidak mengejutkan belajar bahwa siswa
memperoleh pengetahuan dan kemampuan metakognisi dengan cukup lambat jika
mereka memperoleh semuanya yaitu setelah mendapat pengalaman-pengalaman belajar
yang sangat menantang.
Sebagai contoh dari metakognisi, mari pertimbangkan apa yang terjadi ketika
siswa-siswa mempelajari buku-buku teksnya. Bacaan mereka tentu saja harus lebih
dari sekadar mengidentifikasi kata-kata dengan sederhana pada halaman,
pelajar-pelajar juga harus membuat pengertian dari apa yang mereka baca
sehingga mereka dapat menyimpannya dalam memori jangka panjang secara efektif
dan mendapatkannya kembali. Dengan kata lain, siswa-siswa harus membaca untuk
belajar.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang mengerti dan mengingat dengan efektif
apa yang mereka baca. Menurut Ormrod (2012: 354), ada beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menjadi pembaca yang baik, yaitu:
1.
Jelaskan
tujuan mereka untuk membaca dan sesuaikan strategi-strategi membaca mereka agar
cocok dengan tujuan mereka,
2.
Tentukan apa
yang paling penting dalam belajar dan mengingat, dan fokuskan perhatian dan
semangat mereka sesuai dengan itu,
3.
Ambillah
pengetahuan mereka sebelumnya untuk membuat pengertian apa yang mereka baca,
4.
Gunakan
ilustrasi, diagram, dan alat-alat visual yang lain untuk membantu mereka dalam
usaha yang membuat mengerti mereka,
5.
Uraikan apa
yang mereka baca. Misalnya, dengan menarik kesimpulan, mengidentifikasi
hubungan-hubungan yang logis, membuat prediksi, dan memimpikan contoh-contoh
dan penerapan-penerapan yang mungkin,
6.
Tanyakan
pertanyaan mereka sendiri yang mereka coba jawab ketika mereka membaca,
7.
Cobalah untuk
menjelaskan poin yang nampaknya ambigu,
8.
Terus menerus
berusaha mengerti ketika mereka pada awalnya mempunyai masalah dalam mengerti
sesuatu,
9.
Bacalah
perubahan konsep yang mungkin. Dengan kata lain, bacalah dengan pengertian
bahwa mereka mungkin menemui ide-ide yang tidak cocok dengan apa yang mereka
percayai sekarang ini,
10.
Evaluasilah
dengan kritis apa yang mereka baca,
11.
Rangkumlah
apa yang mereka baca.
B. BELAJAR REGULASI DIRI
Menurut Ormrod (2012: 356), ciri-ciri belajar regulasi diri antara lain
sebagai berikut:
1. Tujuan akhir
Pembelajar regulasi diri mengetahui
apa yang mereka ingin capai ketika mereka membaca atau belajar. Mungkin untuk
belajar fakta-fakta yang khusus, mendapat suatu pemahaman umum dari bahan, atau
mendapat pengetahuan yang cukup dengan sederhana untuk mengerjakan dengan baik
di ruang ujian. Cirinya mereka segera menghubungkan tujuan belajar mereka untuk
tujuan dan aspirasi jangka panjang. Dan khususnya jika mereka mencapai sekolah,
mereka mungkin mengatur batas waktu untuk mereka sendiri sebagai jalan
meyakinkan mereka tidak meninggalkan tugas-tugas pembelajaran yang penting sampai
menit terakhir.
2. Perencanaan
Pembelajar regulasi diri merencanakan
pendekatan mereka untuk suatu tugas belajar dan menggunakan waktu mereka secara
efektif untuk mencapai tujuan mereka. Cirinya mereka mencurahkan waktu yang
lebih banyak untuk materi yang lebih sulit – walaupun mereka mungkin
kadang-kadang meninjau kembali materi yang mudah untuk meyakinkan mereka masih
mengetahuinya – dan mereka mungkin benar-benar mengesampingkan materi yang
mereka pikir begitu sulit sehingga mereka tidak mungkin dapat menguasainya
dalam waktu yang mereka punya.
3. Motivasi diri
Ciri pembelajar regulasi diri adalah
memiliki kepercayaan diri yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka untuk
menyelesaikan tugas belajar. Mereka juga sedapat mungkin menunjukkan
kedisiplinan diri, meletakkan pekerjaan sebelum kesenangan yang disebut
kebahagian yang tertunda. Dan mereka menggunakan bermacam-macam cara untuk
melanjutkan tugas mereka – mungkin membubuhi tugas yang membosankan untuk
membuatnya menyenangkan, mengingatkan mereka sendiri pentingnya mengerjakan
dengan baik, memberikan mereka kepercayaan diri “percakapan pendek untuk
membangkitkan semangat” (contoh, “Saya melakukan dengan baik sebelumnya, jadi
saya tentu saja dapat melakukan lagi dengan baik!”), atau menjanjian sendiri
sebuah hadiah setelah mereka selesai.
4. Mengontrol perhatian
Memaksimalkan perhatian pada tugas
belajar. Pembelajar regulasi diri mencoba untuk memfokuskan perhatian mereka
pada bahan permasalahan di tangan dan membersihkan pikiran mereka dari pikiran
dan perasaan yang kemungkinan besar membingungkan.
5. Menggunakan keefektifan, strategi belajar dengan
tujuan yang relevan
Pembelajar regulasi diri mempunyai
bermacam-macam dari cara belajar dalam dan mereka menggunakan perbedaan
bergantung tujuan khusus dari tugas belajar. Misalnya, mereka membaca suatu
artikel majalah apakah mereka membacanya untuk hiburan atau belajar untuk
ujian.
6. Pengawasan diri
Pembelajar regulasi diri mengawasi
kemajuan mereka secara terus menerus selama aktivitas belajar, dan mereka mengubah
cara belajar mereka atau memodifikasi tujuan mereka jika diperlukan.
7. Pencari bantuan yang tepat
Pembelajar regulasi diri tidak selalu
belajar sendiri. Pembelajar regulasi diri tahu ketika mereka membutuhkan
bantuan seorang ahli untuk menguasai topik atau kemampuan tertentu dan mereka
mencari tahu secara aktif.
8. Evaluasi diri
Pembelajar regulasi diri
mempertimbangkan apakah apa yang mereka pelajari pada akhirnya sesuai dengan
tujuan yang telah mereka atur sendiri.
9. Refleksi diri
Pembelajar regulasi diri mengevaluasi
tingkat yang mana cara belajar mereka telah sukses dan efisien, daan mereka
mungkin mengidentifikasi alternatif-alternatif yang seharusnya lebih efektif di
masa yang akan datang.
Ketika siswa merupakan pembelajar regulasi diri, mereka mengatur tujuan
akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif,
dan mencapai level yang lebih tinggi. Jika kita mengambil pandangan Vygotsky
sejenak, kita mungkin layak menduga bahwa belajar regulasi diri juga memiliki
akar dalam pengaturan dalam belajar secara sosial. Pertama, orang lain (misal:
orang tua atau guru) dapat membantu anak belajar dengan mengatur tujuan
aktivitas belajar, menjaga perhatian anak memfokuskan dalam tugas belajar,
menyarankan strategi belajar yang efektif, memonitor kemajuan belajar, dan
lain-lain. Terlebih lagi, anak menerima tanggung jawab untuk proses ini: mereka
mulai mengatur tujuan belajar mereka sendiri, tetap melakukan dengan sedikit
dorongan dari orang lain, mengidentifikasi strategi-strategi yang benar-benar
efektif, dan menilai belajar mereka sendiri.
Dari pandangan Vygotsky, jembatan yang masuk akal antara belajar teratur
dan pengaturan diri dalam belajar adalah co-regulated learning, di mana
orang dewasa dan satu anak atau lebih berbagi tanggung jawab untuk berbagai
aspek dari proses belajar. Misalnya, orang dewasa dan anak mungkin menyetujui
tujuan khusus dari usaha belajar, atau orang dewasa mungkin mendeskripsikan
kriteria yang mengindikasikan belajar yang sukses dan kemudian anak
mengevaluasi penampilan mereka sendiri. Pada awalnya, orang dewasa mungkin
benar-benar menyediakan struktur, atau scaffolding, untuk usaha belajar anak,
sebenarnya gaya Vygotsky, seperti scaffolding dipndahkan agar anak menjadi
lebih mandiri secara efektif. Bagian berikutnya kita akan mempertimbangkan
beberapa cara agar guru memfasilitasi perkembangan belajar regulasi diri bagi
pelajar di berbagai tingkat usia.
C. STRATEGI-STRATEGI BELAJAR YANG EFEKTIF
Berikut ini Ormrod (2012: 358 – 371) menyampaikan beberapa strategi belajar
yang efektif dan strategi belajar. Tiga yang pertama adalah pembelajaran yang
bermakna, elaborasi dan pengorganisasian merupakan proses penyimpanan memori
jangka panjang. Lainnya adalah mencatat, mengidentifikasi informasi penting,
meringkas, memonitor secara menyeluruh dan mnemonics merupakan cara-cara
tambahan untuk menjadi teknik berharga dalam tugas belajar akademik.
1. Pembelajaran Bermakna dan Elaborasi
Pembelajaran bermakna sebagai sebuah proses
materi baru ke pengetahuan yang telah disimpan di memori jangka panjang dan
elaborasi sebagai proses kegunaan pengetahuan utama untuk menafsirkan dan
mengembangkan bahan. Misalnya, mata pelajaran pokok pendidikan tingkat
sarjana yang sekarang ini diikuti dalam suatu kelas psikologi pendidikan.
Beberapa mahasiswa mendeskripsikannya sendiri karena mereka menginginkan untuk
belajar khususnya cara mengajar, dengan kata lain, mereka ingin diberitahu
dengan tepat apa yang harus mereka lakukan di ruang kelas mereka yang akan
datang. Siswa yang lain mendeskripsikannya sendiri karena lebih suka mengerti
prinsip psikologi dari tingkah laku dan belajar manusia sehingga mereka dapat
mengembangkan prosedur kelas mereka sendiri.
2. Pengorganisasian
a.
Pendekatan
yang pertama adalah menciptakan garis besar topik dan gagasan utama yaitu suatu
pendekatan yang memfasilitasi pembelajaran ruang kelas untuk banyak siswa.
b.
Pendekatan
yang kedua adalah menggabungkan bahan yang baru dalam gambaran grafik, mungkin
peta, diagram atau matriks.
c.
Pendekatan
lainnya adalah membuat peta konsep. Dengan memfokuskan bagaimana konsep saling
berhubungan satu sama lain, pelajar mengorganisasikan bahan lebih baik. Mereka
juga kemungkinan besar memperhatikan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan
dengan sesuatu yang telah mereka ketahui, meskipun begitu mereka kemungkinan
besar lebih mempelajari bahan dengan penuh makna. Dan seperti teknik grafik
sebagai peta geografi dan garis waktu sejarah, peta konsep dapat membantu siswa
menyandikan informasi dalam memori jangka panjang secara visual sebaik secara
verbal.
3. Membuat Catatan
Membuat catatan setidaknya mungkin memiliki tiga fungsi bagi pelajar. Pertama, melanjutkan perhatian pelajar pada
bahan pelajaran yang disajikan. Kedua, memfasilitasi penyandian bahan: dengan
menulis informasi baru dan melihatnya di kertas, pelajar tepat dalam
menyandikannya baik secara verbaal maupun visual. Terakhir, catatan sebagai
bentuk konkrit dari penyimpanan eksternal untuk informasi yang disajikan di
kelas. Secara umum, catatan lebih berguna ketika mereka meliputi lebih
banyak secara relatif – termasuk gagasan utama, detail tambahan, dan mungkin
penguraian pribadi siswa.
Guru dapat melakukan beberapa hal sederhana untuk mengembangkan kualitas
dan melengkapi catatan siswa. Menulis gagasan penting di papan tulis dapat
sangat membantu karena siswa kemungkinan besar lebih suka menulis hal-hal yang
guru tulis. Menekankan gagasan penting (misal, dengan mengulanginya) juga
menambah kemungkinan sehingga siswa akan menulis gagasan di kertas.
Selanjutnya, membantu memfasilitasi kemampuan siswa untuk mengorganisasikan
informasi yang guru inginkan.
4. Mengidentifikasi Informasi Penting
Bila siswa menjadi cakap dalam mengidentifikasi informasi penting, kemudian
menggarisbawahi atau menyoroti informasi yang bermanfaat, setidaknya dalam
bahan-bahan yang siswa miliki sendiri (misal, catatan kelas, buku teks yang
dibeli). Sebaiknya siswa menggarisbawahi atau menyoroti gagasan penting dalam
buku teks mereka; menghabiskan waktu daripada mencatat di buku catatan, dan
menjaga informasi khusus dengan isi yang lebih besar. Tetapi garis bawah dan
tandai mungkin efektif hanya jika menggunakan dengan hemat untuk menekankan
gagasan utama dan perincian penting.
5. Merangkum
Rata-rata, siswa belajar dan mengingat bahan baru lebih efektif ketika
mereka membuat ringkasan. Misalnya, dengan menyingkat dan menggabungkannya,
memperoleh gambaran abstrak atau mengidentifikasi judul yang tepat untuk
menamakannya. Beberapa saran untuk membantu siswa membuat ringkasan yang baik
dari bahan pelajaran di kelas yaitu:
a.
Berikan suatu
scaffold seperti berikut ini untuk memandu usaha awal siswa:
b.
Paragraf ini
tentang ____ dan ____. Dalam beberapa hal mereka sama. ____ Dalam hal lain
mereka berbeda _______
c.
Ketika siswa
menulis ringkasan, sarankan agar mereka (1) mengidentifikasi atau menemukan
kalimat utama dari setiap paragraf atau bagian, (2) mengidentifikasi konsep
atau gagasan yang beberapa poin yang lebih khusus, (3) menemukan informasi
tambahan setiap gagasan utama dan (4) menghapuskan informasi yang sepele dan
berlebih-lebihan.
d.
Pertama latih
siswa mengembangkan ringkasan untuk bagian yang pendek, mudah, dan terorganisir
dengan baik (mungkin panjangnya hanya sedikit paragraf dan kemudian secara
berangsur-angsur memasukkan teks yang lebih panjang dan lebih sulit untuk
diringkas
e.
Buatlah siswa
membandingkan dan mendiskusikan ringkasan mereka, mempertimbangkan apa gagasan
yang mereka pikirkan penting dan alasannya.
6. Memonitor Secara Menyeluruh
Siswa yang belajar lebih efektif, mengecek secara periodik untuk meyakinkan
mereka mengerti dan mengingat apa yang mereka dengar di kelas atau membaca
dalam buku teks. Mereka juga mengambil langkah untuk memperbaiki banyak
kesulitan menyeluruh yang mereka punya – misalnya, dengan mengajukan pertanyaan
atau membaca kembali suatu bagian.
Cara efektif lainnya adalah bertanya sendiri, di mana siswa merumuskan
pertanyaan sebelumya – dan idealnya juga selama – pelajaran dan tugas membaca
dan kemudian mencoba untuk menjawab pertanyaan yang mereka pikir. Kadangkala
menanyakan mereka sendiri dan kemudian mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Oleh karena, siswa kemungkinan besar lebih mengetahui ketika mereka mengetahui
sesuatu dan ketika mereka tidak mengetahuinya. Guru harus mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaannya sendiri sebagai berikut:
a.
Menjelaskan
mengapa (bagaimana) …
b.
Bagaimana
kamu akan menggunakan … untuk …?
c.
Apa yang baru
dari …?
d.
Apa yang kamu
pikir akan terjadi jika …?
b.
Apa perbedaan
antara … dan … ?
c.
Bagaimana …
dan … sama?
d.
Apa kelebihan
dan kelemahan dari …?
e.
Bagaimana …
dihubungkan dengan … yang kita pelajari lebih awal?
7. Mnemonics
Mnemonics (cara mengingat) adalah alat untuk
memfasilitasi belajar dan mengingat dari banyak bentuk materi yang susah untuk
diingat. Tiga tipe umum dari mnemonic adalah verbal mediation, visual imagiry,
dan superimpodes meaningful structures.
a.
Verbal
Mediation
Verbal mediation merupakan suatu strategi mengingat di mana dua kata atau gagasan digabungkan
dengan satu kata atau frase (alat mediasi kata) yang menghubungkannya.
German Word English Meaning Mediator
der Hund dog hound
das Schwein pig swine
Perhatikan bahwa dalam setiap kasus, jembatan antara kata dalam bahasa
Jerman dan bahasa Ingris adalah
dengan menyimpan kata penengah sehingga Anda dapat membuat suatu hubungan
antara dua kata.
Kata penengah memfasilitasi pembelajaran dengan baik (e.g., Bugelski, 1962)
dan kegunaannya penting kosakata asing. Misalnya, berikut ini mnemonic dalam
petunjuk ejaan: Dan ketika SMA, anak perempuan saya mengingat simbol kima untuk
emas - Au - dengan “memikirkan “Au, kamu mencuri jam tangan emas saya!”
b.
Imaginery
Visual
Imaginery visual membentuk dasar dari beberapa perangkat mnemonics yang
efektif, yang termasuk didalamnya adalah metode loci, metode pegword,
dan metode kata kunci.
1)
Metode
Loci
Penggunaan metode loci ini
adalah dengan mengasosiasikan item-item yang dipelajari dengan serangkaian
lokasi fisik yang spesifik dan familiar. Metode ini berguna untuk
mempelajari daftar item dengan urutan tertentu. Misalnya hari ini harus pergi
ke supermarket untuk belanja (daftar belanjaan: susu, sabun, roti, daging,
Misalnya, kita ingin menghafal daftar
belanjaan kita sebelum pergi ke supermarket (daftar belanjaan: susu, daging, pisang, makanan kucing, dan hotdog).
Kemudian, kita membayangkan benda-benda tersebut pada tempat yang tepat, lebih
baik lagi apabila menggunakan imajinasi yang berlebihan, misalnya membayangkan
perjalanan dari kamar sampai ke garasi mobil. Kita membayangkan ada segelas
susu besar di sebelah tempat tidur, ketika ke dapur kita melihat daging
bergelantungan dimana-mana, melihat pisang super besar sebagai pegangan pintu,
ada kucing besar dengan makanannya di beranda rumah, dan hotdog besar
berguling-guling di depan garasi. Kemudian ketika kita masuk ke supermarket,
secara mental kita membayangkan rute yang tadi dibayangkan, yaitu dari kamar
sampai ke garasi mobil, sembari me-recall item-item apa saja yang tadi
dibayangkan. Metode ini berguna untuk membantu memori. Namun, metode ini masih
terlalu sederhana untuk mempelajari sesuatu secara lebih mendalam.
2) Metode Pegword
Metode
pegword adalah teknik lain untuk belajar efektif daftar
item dan posisi relatif mereka. Metode ini terdiri dari penggunaan daftar barang yang dikenal atau mudah dipelajari yang kemudian berfungsi sebagai rangkaian di mana daftar lain adalah “digantung” melalui citra visual.
item dan posisi relatif mereka. Metode ini terdiri dari penggunaan daftar barang yang dikenal atau mudah dipelajari yang kemudian berfungsi sebagai rangkaian di mana daftar lain adalah “digantung” melalui citra visual.
Dengan
menggunakan metode pegword, kita membentuk sebuah gambar dari ganggang dan hamburger bersama - mungkin hamburger ditutupi
dengan ganggang hijau. Demikian pula, ketika memvisualisasikan kutu air dalam hubungannya
dengan sepatu mungkin kita melihat sepatu diisi dengan air dan
beberapa kutu air melakukan gaya punggung seluruh permukaan. Selama tiga item
terakhir dari rantai makanan, kita bisa membentuk gambar pohon dengan ikan kecil menggantung
ke bawah seperti buah, pintu dengan ikan besar diisi melalui lubang kunci, dan
elang mengenakan sarang lebah untuk topi. Mengingat rantai makanan, kemudian,
adalah hanya masalah berpikir “Salah satunya adalah roti,” membayangkan citra satu dengan ganggang, kemudian berpikir
“Dua adalah
sepatu, ” mengambil gambar sepatu, dan sebagainya.
sepatu, ” mengambil gambar sepatu, dan sebagainya.
3) Metode Kata Kunci
Metode kata kunci ini biasa
digunakan untuk mengingat kata-kata yang tidak familiar. Penggunaan metode ini adalah dengan mengaitkan kata yang tidak
familiar tersebut dengan kata yang telah dikenal sebelumnya. Ketika
kata-kata dalam bahasa asing tidak memiliki hubungan yang jelas untuk bahasa
Inggris mereka makna-dan sering kali mereka tidak-metode kata kunci menyediakan
alternatif yang efektif. Teknik ini, sebenarnya merupakan kombinasi dari
mediasi verbal dan citra visual, melibatkan dua langkah: (1) mengidentifikasi
sebuah kata atau frase (kata kunci) bahasa Inggris yang berbunyi mirip dengan
asing kata dan kemudian (2) membentuk citra visual dari Inggris suara yang
mirip dengan kata bahasa Inggris berarti. Sebagai contoh, perhatikan bagaimana
kita mungkin ingat kata-kata Jerman:
German Word English Meaning Keyword(s) Visual
Image
das Pferd horse Ford A horse driving a Ford
das Kaninchen rabbit can
on chin A rabbit with a can
on its chin
Contoh berikutnya adalah ketika seorang anak mempelajari kosakata bahasa inggris dari
kata buku, yaitu book. Pengucapan book mirip dengan suara buku
yang dijatuhkan yaitu buk sehingga ketika anak berusaha mengingat kata
bahasa inggris dari buku, ia akan membayangkan suara buku-buku yang berjatuhan.
8. Kalimat Bermakna Superimposed
Teknik ini sederhana yaitu siswa menentukan
struktur sederhana pada bagian informasi yang akan dipelajari. Struktur itu
bisa berupa kalimat, cerita, ritme, singkatan, atau apa pun yang siswa dapat
mengingat dengan mudah.
Misalnya,
kita diminta untuk mengingat daftar huruf ini
A
F A P H D T U A I B U G O R T O K
dibandingkan dengan berusaha
mengingat huruf tersebut satu persatu, lebih mudah untuk mengingatnya ketika kita mengelompokkan kata
tersebut ke dalam beberapa potongan yang familiar untuk kita, misalnya menjadi
AFA PHD TUA IBU GOR TOK.
Contoh selanjutnya adalah mengingat warna-warna pelangi,
merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu, kita akan lebih mudah mengingat
warna-warna tersebut dengan menggunakan suku pertama sehingga menjadi mejikuhibiniu (merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu)
daripada mengingat satu persatu warna-warna
tersebut.
D. PENGEMBANGAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN
METAKOGNITIF
Ahli psikologi
perkembangan telah mengamati beberapa tren dalam pengembangan metakognisi, berikut dikemukakan
oleh Ormrod (2012: 373-375), yaitu:
1. Anak-anak menjadi semakin sadar akan sifat pemikiran.
Ahli teori
mengusulkan bahwa anak-anak mengembangkan teori kepribadian tidak hanya tentang dunia fisik dan
sosial mereka, tetapi juga tentang internalnya yaitu dunia psikologi. Lebih khususnya, anak-anak mengembangkan suatu teori pemikiran, yang meliputi pemahaman mereka
sendiri yang semakin
kompleks dan
bentuk mental -pikiran, keyakinan, perspektif,
perasaan orang lain, motif, dan sebagainya.
Anak-anak
memiliki kemampuan terbatas untuk melihat ke dalam pemikiran dan pengetahuan
mereka sendiri. Meskipun
banyak anak-anak prasekolah memiliki kata-kata mengetahui, mengingat, dan lupa dalam kosakata mereka, mereka tidak
sepenuhnya memahami sifat dari fenomena mental ini. Misalnya, usia 3 tahun menggunakan istilah lupa
hanya berarti “tidak mengetahui” sesuatu, terlepas dari apakah mereka tahu
informasi sebelumnya dan ketika usia 4 dan 5 tahun diajarkan sepotong informasi baru,
mereka mengatakan bahwa mereka sudah mengetahui itu untuk beberapa waktu.
Selama
tahun-tahun di
sekolah dasar dan menengah, anak-anak dan remaja mampu merefleksikan proses
berpikir mereka sendiri dengan lebih baik dan begitu juga semakin sadar akan sifat berpikir
dan belajar. Dalam beberapa hal, orang dewasa dapat mendorong perkembangan tersebut dengan membicarakan kegiatan pikiran –
misalnya, dengan
mengacu pada “banyak berpikir” atau mendeskripsikan pikiran seseorang sebagai “pengembaraan”.
2. Anak-anak menjadi semakin realistis tentang kemampuan dan
keterbatasan memori mereka.
Anak cenderung
terlalu optimis tentang seberapa banyak mereka dapat mengingat. Ketika mereka tumbuh lebih dewasa dan menghadapi berbagai macam
tugas-tugas belajar, mereka menemukan bahwa beberapa hal lebih sulit untuk dipelajari
daripada yang lainnya. Mereka juga mulai menyadari bahwa memori mereka tidak sempurna - bahwa mereka
tidak mungkin mengingat semua yang mereka lihat atau dengarkan.
Misalnya, anak-anak kelompok usia 4 tahun (mulai dari anak prasekolah sampai kelas empat) ditunjukkan potongan kertas yang menggambarkaan 1 hingga 10 obyek dan
diminta untuk memprediksi seberapa banyak benda yang mereka pikir mereka bisa mengingat
padawaktu itu
(suatu tugas memori kerja). Anak-anak itu
kemudian diuji untuk menentukan berapa banyak benda yang benar-benar bisa mereka ingat. Semua empat kelompok
anak-anak cenderung melebih-lebihkan kerja kapasitas memori mereka, tetapi perkiraan anak-anak lebih tua
yang lebih realistis. Misalnya, anak-anak TK memprediksikan bahwa mereka dapat mengingat rata-rata 8,0 benda tetapi faktanya mereka
hanya mengingat
3,6. Sebaliknya, para siswa kelas empat memperkirakan bahwa mereka dapat mengingat 6.1 benda dan sebenarnya mereka mengingat 5.5 – prediksi menjadi lebih dekat.
3. Anak-anak menjadi semakin sadar dan menggunakan pembelajaran yang
efektif dan strategi memori.
Anak muda
memiliki kesadaran metakognitif yang sedikit dari strategi yang efektif. Bahkan ketika
mereka dapat mendeskripsikan secara lisan strategi
pembelajaran dan memori mana yang efektif dan mana yang tidak, mereka cenderung
menggunakan yang relatif tidak efektif. Sebaliknya, anak-anak yang lebih tua
lebih cenderung memiliki berbagai strategi, untuk menerapkannya secara luas dan
fleksibel, dan untuk
mengetahui kapan menggunakannya. Berikut pertimbangan yang bisa digunakan:
a.
Ketika diminta untuk belajar dan
mengingat sejumlah informasi, anak usia 6 dan 7 tahun mengalokasikan waktu belajar
mereka agak sembarangan, tanpa memperhatikan kesulitan masing-masing hal. Sebaliknya, anak usia 9 dan 10 tahun memfokuskan upaya mereka pada hal yang lebih sulit.
b.
Pengulangan jarang terjadi pada anak-anak prasekolah tetapi meningkat dalam frekuensi dan keefektifan pada masa-masa sekolah dasar. Pada usia 7 atau 8, anak-anak sering mengulang informasi secara
spontan, tetapi mereka cenderung untuk mengulang setiap hal yang mereka butuhkan
untuk diingat dalam isolasi dari yanglain. Ketika mereka mencapai usia 9 atau 10, mereka mulai
menggunakan latihan kumulatif, mengucapkan seluruh daftar sekaligus dan terus
menambahkan banyak hal baru.
c.
Anak-anak semakin mengatur
hal-hal yang mereka butuhkan untuk diingat, mungkin dengan menempatkan hal-hal ke dalam kategori.
Mereka juga menjadi lebih fleksibel dalam strategi organisasi mereka, terutama
saat mereka mencapai masa remaja.
d.
Penggunaan elaborasi terus
meningkat sepanjang masa-masa sekolah. Misalnya, anak kelas enam sering menarik kesimpulan dari hal-hal
yang mereka baca, sedangkan anak kelas satu jarang melakukannya. Dan siswa
kelas X mungkin lebih dibandingkan siswa kelas
VII untuk menggunakan elaborasi ketika mencoba untuk
mengingat asosiasi berpasangan.
4. Anak-anak terlibat dalam pemantauan yang lebih menyeluruh ketika mereka
semakin dewasa.
Anak-anak
di awal sekolah dasar sering berpikir mereka mengetahui atau mengerti sesuatu sebelum
mereka benar-benar melakukannya. Sebagai akibatnya, mereka tidak mempelajari hal-hal
yang mereka butuhkan untuk belajar sebanyak yang seharusnya, dan mereka sering
tidak mengajukan pertanyaan ketika mereka menerima informasi yang tidak lengkap
atau membingungkan. Kemampuan mereka untuk memonitor pemahaman mereka sendiri
meningkatkan selama masa-masa sekolah, dan sehingga mereka menjadi semakin sadar ketika
mereka benar-benar mengetahui sesuatu.
5. Beberapa proses pembelajaran pada awalnya dapat digunakan secara
tidak sadar dan secara otomatis, tetapi menjadi lebih sadar dan terencana
dengan perkembangan.
Tidak
biasa melihat pelajar muda mengorganisir atau mengelaborasi pada hal-hal yang
mereka pelajari tanpa menyadarinya bahwa mereka juga melakukannya. Misalnya, anak-anak secara otomatis dapat mengelompokkan hal-hal
ke dalam kategori sebagai cara mengingatnya secara lebih efektif; kemudian mereka hanya mencoba untuk mengkategorikan hal-hal yang mereka butuhkan untuk belajar.
Dengan demikian, proses belajar anak menjadi lebih intensional - dan karena itu lebih strategis - dengan usia. Strategi khusus belajar
siswa tergantung, sampai batas tertentu, pada keyakinan mereka tentang sifat pengetahuan mereka berusaha
untuk memperoleh, serta tentang sifat pembelajaran sendiri.
E. KEYAKINAN EPISTEMIK
Ketika individu yang mempelajari hal-hal baru setiap hari, kita semua
memiliki
ide-ide tentang apa itu “pengetahuan” dan “belajar” - ide-ide itu dikenal sebagai keyakinan epistemik. Menurut Ormrod
(2012: 378), yang termasuk
dalam teori ini adalah keyakinan tentang hal-hal seperti berikut
ini:
1. Kepastian pengetahuan
Apakah pengetahuan adalah suatu yang tetap, tidak berubah, mutlak
“kebenaran” atau tentatif, entitas dinamis yang akan terus berkembang seiring dengan
waktu.
2. Kesederhanaan dan struktur pengetahuan
Apakah pengetahuan adalah kumpulan diskrit, fakta
independen atau seperangkat gagasan yang kompleks dan saling terkait.
3. Sumber pengetahuan
Apakah pengetahuan berasal dari luar peserta didik (yaitu, dari guru atau
figur otoritas lain) atau berasal dan dibangun oleh peserta didik sendiri.
4. Kriteria untuk menentukan
kebenaran
Apakah suatu ide diterima sebagai kebenaran ketika itu dikomunikasikan oleh seorang ahli atau ketika itu dievaluasi secara logis berdasarkan
bukti yang tersedia.
5. Kecepatan belajar
Apakah pengetahuan diperoleh dengan cepat, jika sama
sekali (dalam hal ini peserta didik mengetahui sesuatu hal atau tidak, dengan cara
semua-atau-tidak ada) atau diperoleh secara bertahap selama periode waktu (di mana
peserta didik kasus sebagian dapat mengetahui sesuatu).
6. Sifat kemampuan belajar
Apakah kemampuan orang untuk belajar adalah tetap pada
saat lahir (yaitu, warisan) atau dapat meningkatkan dari waktu ke waktu dengan
praktek dan penggunaan strategi yang lebih baik.
Keyakinan
epistemik siswa jelas-jelas mempengaruhi bagaimana mereka belajar. Berikut ini adalah berbagai keyakinan yang cenderung
memiliki efek khusus
(Ormrod, 2012: 379) antara lain:
1. Keyakinan mengenai kepastian pengetahuan
Ketika siswa percaya bahwa pengetahuan tentang suatu topik adalah tetap,
entitas tertentu, mereka cenderung untuk melompat ke kesimpulan yang cepat dan
berpotensi tidak akurat berdasarkan informasi yang mereka terima. Sebaliknya, ketika siswa melihat pengetahuan
sebagai sesuatu yang terus berkembang dan tidak selalu termasuk definitive jawaban yang
benar dan salah, mereka cenderung untuk menikmati tugas-tugas kognitif
menantang, terlibat dalam pembelajaran bermakna dan
elaboratif, membaca materi pelajaran
dengan kritis,
menjalani
perubahan konsep ketika diperlukan, dan mengakui bahwa ada beberapa
isu yang kontroversial dan tidak mudah
diselesaikan.
diselesaikan.
2. Keyakinan mengenai kesederhanaan dan struktur dari pengetahuan
Siswa yang percaya bahwa pengetahuan adalah kumpulan
fakta diskrit cenderung untuk menggunakan proses hafalan ketika mereka belajar dan berpegang
pada kesalahpahaman yang ada. Mereka juga cenderung berpikir bahwa mereka “tahu” materi yang mereka pelajari jika mereka dapat
mengingat fakta-fakta dan definisi-definisi
dasar. Sebaliknya, siswa yang percaya bahwa
pengetahuan adalah seperangkat kompleks ide-ide saling cenderung terlibat dalam
pembelajaran yang bermakna dan elaboratif ketika mereka belajar dan cenderung untuk
mengevaluasi keberhasilan dari upaya pembelajaran mereka dalam hal seberapa baik mereka memahami
dan dapat menerapkan
apa yang telah mereka pelajari.
3. Keyakinan tentang sumber pengetahuan
Siswa yang percaya bahwa pengetahuan yang
bersumber dari luar pelajar dan diteruskan langsung oleh figure yang otoritas cenderung
menjadikan siswa pasif, mungkin mendengarkan penjelasan dengan diam tanpa berusaha
untuk mengklarifikasi ide yang
membingungkan atau mungkin mengerahkan sedikit usaha
ketika pelajaran yang melibatkan kegiatan penyelidikan dan diskusi kelas daripada ceramah. Sebaliknya, siswa
yang percaya bahwa pengetahuan adalah akhirnya dibangun sendiri cenderung untuk
kognitif terlibat dalam kegiatan pembelajaran, membuat interkoneksi antara
ide-ide, membaca dan mendengarkan kritis, bekerja untuk memahami yang tampaknya
potongan bertentangan informasi, dan mengalami perubahan konseptual.
4. Keyakinan mengenai kriteria untuk menentukan kebenaran
Ketika siswa percaya bahwa ada sesuatu yang mungkin
benar jika itu berasal dari seorang “ahli ” dari beberapa macam, mereka
cenderung untuk menerima informasi dari figur otoritas tanpa pertanyaan. Tapi
ketika mereka percaya bahwa ide-ide harus dinilai berdasarkan prestasi logis
dan ilmiah mereka (bukan pada sumber mereka), mereka cenderung mengevaluasi
informasi baru secara kritis atas dasar bukti yang tersedia.
5. Keyakinan mengenai kecepatan belajar
Ketika siswa percaya bahwa belajar
terjadi dengan cepat dalam semua model atau tidak, mereka cenderung percaya
bahwa mereka telah belajar sesuatu sebelum mereka
benar-benar belajar - mungkin hanya setelah membaca buku teks sekali - dan dalam menghadapi kegagalan, mereka cenderung menyerah dengan cepat dan mengekspresikan keputusasaan atau tidak suka tentang apa yang sedang mereka pelajari. Sebaliknya, ketika siswa percaya bahwa belajar adalah suatu proses bertahap yang membutuhkan waktu dan usaha lebih, mereka cenderung untuk menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran ketika mereka belajar dan untuk bertahan sampai mereka menguasai materinya.
benar-benar belajar - mungkin hanya setelah membaca buku teks sekali - dan dalam menghadapi kegagalan, mereka cenderung menyerah dengan cepat dan mengekspresikan keputusasaan atau tidak suka tentang apa yang sedang mereka pelajari. Sebaliknya, ketika siswa percaya bahwa belajar adalah suatu proses bertahap yang membutuhkan waktu dan usaha lebih, mereka cenderung untuk menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran ketika mereka belajar dan untuk bertahan sampai mereka menguasai materinya.
6. Keyakinan mengenai sifat dasar dari kemampuan
belajar
Keyakinan siswa tentang sifat
kemampuan belajar berkorelasi dengan ketekunan mereka dalam belajar. Jika
mereka berpikir bahwa kemampuan belajar merupakan komoditas tetap, mereka akan
segera menyerah pada tantangan tugas. Sebaliknya, jika mereka berpikir bahwa
kemampuan mereka untuk belajar sesuatu yang berada di bawah kendali mereka,
mereka akan mengejar berbagai kegiatan belajar mendukung dan mencoba, coba lagi
sampai mereka sudah menguasai subyek.
F. PEMBELAJAR INTENSIONAL
Pembelajaran efektif yang sebenarnya, meliputi pembelajaran intensional, di mana seorang pembelajar menggunakan kegiatan
kognitif dan metakognitif dalam berpikir dan belajar sesuatu secara aktif dan
sadar. Pembelajar intensional memiliki tujuan khusus yaitu mereka ingin
menyelesaikan yang mereka pelajari, dan mereka menggunakan banyak strategi
belajar regulasi diri yang mereka memilki untuk mencapai tujuan ini.
Pembelajar intensional mengemukakan beberapa proses yang kritis terhadap
perubahan konsep. Pertama, pembelajar intensional hadir secara aktif dan
berpikir tentang informasi baru, dan demikian mereka kemungkinan besar lebih
memperhatikan ketidaksesuaian dengan apa yang mereka percayai sekarang ini.
Kedua, pembelajar intensional ingin sekali memperoleh induk bahan pelajaran,
dan juga mereka menggunakan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendapatkannya.
Ketiga, pembelajar intensional membawa tabel berbagai strategi regulasi diri
dan belajar – elaborasi, motivasi diri, pengawasan diri, dan lain-lain – yang
memaksimalkan kesempatannya untuk memperbaiki keyakinan mereka yang sejalan
dengan apa yang mereka dengar dan baca. Tetapi terlebih lagi untuk proses itu,
pembelajar intensional harus memiliki konsisten keyakinan epistemik dengan
gagasan perubahan konsep. Lebih spesifik lagi, mereka harus percaya bahwa
pengetahuan tentang suatu topik lanjutan untuk menyusun dan mengembangkan waktu
lebih dan agar mempelajari sesuatu dengan baik sering menyita waktu, usaha dan
ketekunan.
Pembelajaran intensional adalah situasi yang ideal. Sayangnya, tipikal yang
lebih sering dimiliki oleh siswa adalah tidak teratur, tidak konsisten, atau
tidak aktif menggunakan strategi belajar. Seperti yang telah kita lihat, banyak
siswa melanjutkan menggunakan strategi belajar yang tidak efektif (misal,
penghafalan tanpa berpikir) karir pendidikan mereka seluruhnya.
Manurut Ormrod (2012: 380-382), alasan mengapa siswa tidak selalu
menggunakan strategi belajar yang efektif antara lain sebagai berikut ini:
1. Siswa tidak mendapat informasi atau salah
informasi tentang strategi yang efektif.
Beberapa siswa percaya bahwa semua yang mereka butuhkan untuk mempelajari
informasi dengan lebih baik adalah dengan menggunakan usaha lebih – yaitu,
untuk mencoba lebih keras – dengan sedikit pemahaman untuk bagaimana seharusnya
mereka memproses informasi.
Niscaya alasan utama mengapa siswa memiliki sedikit pengetahuan tentang
cara belajar yang efektif adalah sekolah-sekolah jarang mengajari beberapa
strategi; stategi instruksi khususnya di tingkat sekolah dasar dan menengah
jarang digunakan. Bahkan guru kadang-kadang salah konsep dalam membangun
perkembangan, misalnya dengan pepatah seperti ini: “Ulangi kalimat dengan keras
sebanyak tiga kali dan tulis sebanyak tiga kali, dan kemudian itu menjadi
milikmu selamanya”.
2. Siswa memiliki keyakinan epistemik yang membuat mereka meremehkan
atau salah dalam menggambarkan tugas belajar.
Siswa
tidak mungkin menggunakan strategi yang efektif jika mereka percaya bahwa tugas belajar yang di adalah tugas yang mudah atau
keberhasilan belajar mereka tidak berhubungan dengan upaya yang mereka lakukan.
3. Siswa keliru
mempercayai bahwa mereka telah menggunakan strategi
yang efektif.
Mungkin
karena mereka tidak memonitor pemahaman mereka atau mungkin karena
mereka telah mendefinisikan belajar
yang terlalu secara sederhana, banyak siswa pencapaian rendah keliru mempercayai bahwa pendekatan mereka saat ini untuk belajar adalah salah satu
pendekatan yang
baik.
4. Siswa memiliki sedikit pengetahuan yang relevan di mana mereka dapat saling menghubungkannya.
Siswa
yang menggunakan strategi belajar yang tidak efektif cenderung kurang memahami materi
pelajaran yang mereka pelajari – dan kurang memahami dunia pada umumnya – daripada
siswa yang menggunakan strategi belajar yang efektif. Misalnya, siswa mungkin mengetahui terlalu sedikit tentang suatu topik untuk membedakan antara apa
yang penting dan
tidak penting. Mereka
mungkin memiliki beberapa konsep atau pengalaman di mana mereka dapat mengubungkan
materi baru dengan bermakna.
Dan mereka mungkin memiliki lebih sedikit organisasi dan skema organisasi yang dapat mereka tentukan apa yang mungkin dinyatakan menjadi serangkaian fakta yang tidak terkait.
Dan mereka mungkin memiliki lebih sedikit organisasi dan skema organisasi yang dapat mereka tentukan apa yang mungkin dinyatakan menjadi serangkaian fakta yang tidak terkait.
5. Tugas belajar yang ditugaskan tidak memberi kemungkinan untuk
strategi-strategi yang canggih.
Dalam
beberapa situasi, guru dapat memberikan tugas-tugas yang mana memerlukan strategi yang efektif yang baik kontraproduktif
atau tidak
mungkin. Misalnya, ketika guru memberikan tugas sederhana yang melibatkan keterampilan
tingkat rendah - misalnya, ketika mereka bersikeras bahwa fakta dan definisi dipelajari secara verbal -
siswa
tidak mungkin untuk terlibat dalam proses seperti belajar
bermakna dan elaborasi. Dan ketika guru mengharapkan materi yang sangat banyak
untuk dikuasai dalam setiap tes, siswa mungkin harus
mencurahkan waktu mereka yang terbatas untuk mendapatkan segala sesuatu
yang umum,
dangkal kesan daripada mengembangkan pemahaman yang mendalam dan integrasi dari materi
pelajaran.
6. Siswa memiliki tujuan yang tidak konsisten dengan
pembelajaran yang efektif.
Siswa
tidak selalu tertarik belajar untuk memahami, tetapi mereka mungkin lebih tertarik
dalam mengingat informasi hanya cukup lama untuk mendapatkan suatu nilai kelulusan, atau mereka mungkin
ingin menyelesaikan suatu tugas yang diberikan dengan sedikit waktu dan dengan upaya
sesedikit mungkin. Strategi pembelajaran yang efektif mungkin sebagian besar tidak relevan untuk motif tersebut.
7. Siswa berpikir
bahwa strategi pembelajaran canggih memerlukan terlalu banyak usaha untuk
menjadi bermanfaat.
Siswa yang percaya bahwa strategi tertentu melibatkan terlalu banyak waktu
dan usaha, tidak mungkin untuk menggunakan mereka, tidak peduli seberapa
efektif strategi tersebut. Dalam banyak kasus, siswa tampaknya tidak menyadari
berapa banyak beberapa strategi sederhana yang dapat membantu mereka belajar
dan mengingat materi pelajaran. Dalam hal lain, mereka mungkin memiliki sedikit
pengalaman dengan strategi tertentu, jadi, mereka telah belajar sedikit atau
tidak ada komponen strategi secara otomatis, dan juga menggunakannya secara
efektif, tidak memerlukan sangat banyak usaha.
8. Siswa memiliki keyakinan diri yang rendah tentang
kemampuan mereka untuk belajar dalam tujuan akademis.
Beberapa siswa terutama mereka yang memiliki riwayat kegagalan akademik, mengembangkan
keyakinan bahwa mereka tidak mampu belajar terlepas dari apa yang mereka
lakukan. Siswa tersebut dapat percaya (keliru) bahwa tidak ada strategi yang
mungkin untuk membuat perbedaan yang cukup dalam prestasi sekolah mereka.
G. PENGEMBANGAN STRATEGI BELAJAR EFEKTIF
Peneliti telah mengidentifikasi sejumlah latihan yang mengembangkan
perkembangan kemampuan dan pengetahuan metakognisi yang lebih baik. Berikut ini
beberapa pedoman untuk diingat:
1.
Siswa
mempelajari strategi-strategi secara lebih efektif ketika strategi-strategi itu
diajarkan dalam konteks mata pelajaran tertentu dan tugas pelajaran yang
dilakukan terus menerus. Ketika
siswa memperoleh isi materi khusus, mereka seharusnya belajar cara-cara untuk
mempelajari isi materi itu. Misalnya, ketika menyajikan informasi baru di kelas,
seorang guru seharusnya (1) menyarankan bagaimana siswa dapat mengatur
catatan-catatan mereka (2) menggunakan mnemonics untuk hal-hal yang susah
diingat, dan (3) meminta siswa untuk meringkas penyajian gagasan-gagasan itu.
Ketika memberikan beberapa halaman buku teks untuk dibaca di rumah, seorang
guru seharusnya (4) menyarankan siswa tersebut mempertimbangkan apa yang mereka
ketahui tentang topik sebelum mereka mulai membacanya (5) meminta siswa
menggunakan judul dan sub judul untuk memprediksi isi yang akan dibacanya, dan
(6) menyediakan pertanyaan-pertanyaan bagi siswa untuk bertanya sendiri jika
mereka membaca.
2.
Siswa
dapat menggunakan strategi belajar yang tepat hanya ketika mereka memiliki
suatu dasar pengetahuan di mana mereka dapat mengubungkan materi baru. Salah satu faktor paling penting yang
mempengaruhi proses seperti itu pembelajaran bermakna dan elaborasi adalah apa
yang telah pembelajar ketahui. Pengetahuan utama siswa mempengaruhi kemampuan
mereka untuk memisahkan gagasan penting dari fakta-fakta remeh temeh dan untuk
memonitor pemahaman mereka secara efektif.
3.
Siswa
harus mempelajari bermacam-macam jenis strategi, dalam berbagai situasi yang
tepat. Strategi-strategi yang
berbeda berguna dalam situasi-situasi yang berbeda; misalnya, pembelajaran
bermakna mungkin lebih efektif untuk mempelajari dasar-dasar umum dalam mata
pelajaran, sedangkan mnemonics mungkin lebih efektif dalam pembelajaran daftar
dan pasangan yang susah diingat.
4.
Strategi-strategi
yang efektif harus dilatih dengan berbagai tugas. Ketika siswa hanya mempelajari sebuah strategi
untuk satu tugas tertentu, mereka tidak mungkin menggunakannya dalam konteks
lain. Tetapi ketika mereka menggunakan strategi yang sama untuk banyak tugas
yang berbeda sepanjang waktu, mereka mungkin mengingat nilai strategi dan
menggunakannya dalam situasi baru.
5.
Instruksi
strategi harus memasukkan strategi samar-samar sebaik strategi yang jelas. Siswa-siswa tertentu mendapat keuntungan dari
panduan tentang bagaimana membuat catatan, membuat garis besar, dan menulis
ringkasan dari apa yang mereka pelajari. Tetapi proses kognitif yang menekankan
tingkah laku seperti pembelajaran bermakna, elaborasi, memonitor secara
menyeluruh, dan lain-lain inilah yang pada akhirnya merupakan strategi yang
paling penting bagi siswa untuk memperoleh.
6.
Guru
dapat memperagakan strategi-strategi yang efektif dengan memikirkan materi baru
dengan baik. Guru memberikan
siswa contoh yang konkret dan spesifik bagaimana memproses informasi secara
efektif, misalnya, “Mengingat bahwa Au adalah simbol untuk emas dengan
mengingat, ‘Au, kamu mencuri jam tangan emasku!”
7.
Siswa
juga dapat mengambil keuntungan dari merefleksikan dan mendeskripsikan strategi
belajar tertentu mereka. Siswa
yang berpikir secara teratur tentang bagaimana mereka mengetahui sesuatu,
bagaimana mereka mempelajarinya, dan juga bagaimana mereka seharusnya
mempelajarinya secara efektif, dapat membantu memunculkan refleksi yang cermat
tentang strategi belajar mereka.
8.
Guru
harus merancah kemampuan awal siswa dalam menggunakan strategi baru,
menghapuskan scaffolding secara bertahap ketika siswa menjadi lebih
cakap.
9.
Siswa
dapat mempelajari strategi yang efektif dengan berkolaborasi dengan teman
sekelas mereka. Ketika siswa
menjelaskan pemikiran dan alasan mereka, mereka membuat pikiran mereka lebih
tajam untuk diri mereka sendiri dan yang lainnya. Kegiatan belajar kolaborasi
mungkin mengembangkan perkembangan metakognitif siswa ketika mereka.
10. Siswa harus memahami mengapa strategi baru itu
bermanfaat. Strategi instruksi
lebih sukses ketika siswa tidak hanya mempelajari strategi-strategi belajar
yang efektif tetapi juga mempelajari bagaimana dan mengapa strategi ini
mempertinggi pembelajaran dan memori.
11. Siswa harus memiliki keyakinan epistemik yang
konsisten dengan strategi-strategi yang efektif. Karena keyakinan epistemik siswa tentang
pengetahuan dan belajar sering dalam bentuk implisit daripada pengetahuan
eksplisit,
12. Siswa harus memperoleh mekanisme dalam memonitor
dan mengevaluasi cara belajar mereka sendiri. Guru dapat membantu siswa menggunakan self-monitoring
dan self-evaluation secara efektif dengan memfasilitasi siswa sebagai
berikut:
a.
Jelaskan
hasil yang diinginkan dari tugas belajar; misalnya, jelaskan bagaimana hasil
belajar siswa akan dinilai
b.
Buatlah siswa
menentukan tujuan dan objyek khusus dalam suatu sesi belajar
c.
Minta siswa
untuk merekam penampilan mereka dan merefleksikan pembelajaran mereka dalam
tugas tertulis, jurnal, atau fortofolio
d.
Sediakan
kriteria khusus sehingga siswa dapat menggunakan untuk menilai perbuatan
mereka.
e.
Sediakan test
sendiri sehingga siswa dapat menggunakan untuk menilai pemahaman mereka sendiri
tentang materi pelajaran tertentu.
f.
Dalam
beberapa kesempatan, tunda umpan balik guru sehingga siswa memiliki kesempatan
pertama untuk mengevaluasi perbuatan mereka.
g.
Dorong siswa
untuk mengevaluasi perbuatan mereka secara nyata dan memperbaikinya.
13. Siswa harus percaya bahwa, dengan usaha yang cukup
dan strategi-strategi yang tepat, mereka dapat mempelajari dan memahami materi
yang menantang. Instruksi
strategi harus memberikan perasaan self-efficacy kepada siswa tentang
kemampuan mereka dalam mempelajari materi pelajaran. Dan itu harus menunjukkan
bahwa kesuksesan mereka dalam belajar berhubungan dengan strategi khusus yang
mereka gunakan.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2012. Human learning. United States of America: Pearson Education
*) Tugas Mata Kuliah Teori dan Psikologi Belajar