Selasa, 26 April 2011
Kultwitt @salimafillah
Senin, 25 April 2011
PESONAMU (1)
Pesonamu, masih jelas kurasa hingga kini,
Menemani hingga ku dewasa,
Derai air mata dan pengorbananmu takkan tergantikan,
Terimakasih ibu...
Itulah cuplikan syair lagu Ada Band dengan judul Pesona Potretmu.
Dengarkan...
Rasakan...
Betapa di tiap bait lagu itu menghimpun banyak cerita, peristiwa, dan rasa.
Ya, lagu yang sering kali membuatku harus meneteskan air mata, bahkan tak jarang sampai terlihat sembab.
Lagu itu pula yang sering menemaniku ketika malam telah larut, mengiringi semangatku untuk kembali menyentuh ‘impian’ itu.
Benar, jika ada orang yang mempunyai keikhlasan yang cukup tinggi serta kesabaran dan tanggung jawab yang sangat besar, dia adalah seorang IBU.
Betapa tidak? Dia rela mengandung kita selama kurang lebih 9 bulan.
Waktu yang tak sebentar untuk membawa, menjaga, dan merawat nyawa lain yang bersemayam di dalam tubuhnya, bahkan nyawa yang membahayakan nyawanya sendiri.
Kita saja kalau diminta membawakan tas bawaan belanja ibu sering mengeluh, itu hanya tas yang kapan saja kita capek bisa ditaruh.
Bagaimana jika itu janin yang tiap hari harus dibawa kemanapun dan kapanpun?
Belum lagi harus dirawat dan dijaga, agar janin yang ‘merepotkan’ itu tetap aman dan nyaman di sana.
Pengorbanan dan kesabaran ibupun semakin meningkat kala anaknya telah terlahir ke dunia.
Ia masih harus merawat dan menjaganya, memberinya kasih sayang, mendidik dan mendoakannya, bahkan ia harus merelakan apapun untuk anaknya.
Dan waktu terus berjalan, anaknya semakin tumbuh besar, semakin besar pula kesabarannya. Ketika sang anak mulai punya ‘kepentingan’ sendiri, iapun rela apapun akan diberikan untuk memenuhi keinginan anaknya, seolah ia tak lagi membutuhkan apa-apa kecuali hanya ingin melihat anaknya tertawa ceria.
Namun, ketika sang anak kesayangannya melakukan kesalahan, kenapa ia masih saja bersabar.
Ia mau menjadi tempat peraduan, selalu mau mendengarkan keluh dan kesah anaknya, dan iapun pasti akan memberikan jalan keluar, bahkan menanggung resiko dari apa yang dilakukan anaknya.
Dan ketika Allah menakdirkan kawan yang selama ini mendampinginya, merawat dan membesarkan anak bersama, teman berjuang dan berbagi duka bahagia, orang yang dicintainya harus pergi meninggalkannya sendiri di dunia yang begitu keras.
Ia harus tetap bisa berdiri tegar pada dunia, demi anaknya. Demi sebuah amanah.
Dan kini, anaknya telah tumbuh dewasa. Dengan segala impian dan cita-citanya untuk masa depan.